Rabu, 16 Juni 2010

WAngi-wangi-KAledupa-TOmia-BInongko

WAKATOBI

Pergi ke kepulauan di tenggara sulawesi ini menjadi impian sejak lama, tapi harus dibayar dengan tidak menghadiri pernikahan teman sejak SMA-ku.

No pain no gain, my friends..

Wakatobi merupakan singkatan dari 4 pulau terbesar yang ada di kabupaten yang baru 2 tahun mengalami pemekaran yaitu, wangi-wangi, kaledupa, tomia dan binongko. Secara keseluruhan kabupaten wakatobi memiliki lebih dari 400 pulau, tapi jangankan yang 396, yang 4 pulau terbesar saja belum tentu bisa ditemukan di dalam peta Indonesia. Awalnya wakatobi di bawah kabupaten buton. Nah kalau pulau buton ini masih terlihat menyempil di sudut kaki kanan bawah pulau sulawesi.



WANGI-WANGI

Beruntung tiba di wangi-wangi, ibukota kabupaten wakatobi dengan menggunakan test flight atau penerbangan uji coba merpati dari bandara sultan hasanudin makasar. Layaknya selebritis dunia, di bawah sana, tepatnya di bandara yang baru saja selesai dan bandara pertama di wangi-wangi (bandara kedua di wakatobi karena bandara udara pertama ada di pulau tomia) ratusan orang sudah menunggu pesawat mendarat. Dan benar saja, baru kali itu saya berasa menjadi seleb karena ditepokin pas turun dari pesawat dan disalamin termasuk sama bupati wakatobi-nya. Eh, masih ada lagi, yaitu syukuran kecil oleh pemuka adat setempat yang ditemani rintik-rintik ujan gerimis. Setelah itu, giliran para pemuka adat, tetua dan beberapa warga wakatobi mencoba naik pesawat keliling sebentar di atas. Pas turun, wajah girang seperti anak kecil mendapat mainan yang diinginkan begitu terlihat. Celotehan dengan dialeg asli wakatobi mengalir dari mulut mereka kepada setiap orang yang bertanya. Inti pertanyaan cuma satu “apa rasanya di atas?” jawaban beragam muncul “aku melihat atap rumah” atau “tegang rasanya seperti burung” atau “aku hampir tidak melihat apa-apa karena takut ketinggian”

Dari bandara wakatobi, kita menuju hotel. Tidak ada macet dan sepanjang jalan pemandangan adalah pantai dengan air biru dan jernih. Istilah saya “clean and clear”. Hampir satu jam, akhirnya tiba di hotel.



Menjelang sore, jalan-jalan ke pasar sentral wakatobi. Disini segala macam jajanan ada. Termasuk menu khas makan malam. Jangan cari nasi kalo ke sini, tapi carilah kasuami. Bentuknya kerucut seperti tumpeng terbuat dari tepung ubi kayu atau singkong yang dipadatkan dan di kukus. Ada juga kasuami yang sudah dikukus lalu di padatkan dengan dipukul hingga pipih sambil diuleni minyak dan bawang goreng. Sejarah kasuami berawal dari mata pencaharian penduduk wakatobi yang rata-rata melaut. Bila membawa nasi, akan cepat basi dan berjamur, sementara kasuami tahan seminggu. Sedangkan kasuami pepe (yang berbentuk pipih dan diminyaki bawang goring) bisa tahan hingga 1 bulan. Rasa? Sama aja kayak singkong atau orang maluku menyebutnya kasbi. Lauk? Ikan cakalang panggang atau yang disayur kuah kuning, tetap nomer satu. Atau ada juga sejenis urap, sayur labu siam, atau campuran daun singkong dan bunga papaya.

Untuk semua itu, jika malas masak bisa beli di pasar. Harga berkisar seribu hingga dua ribu rupiah saja. Dijamin kenyang meski porsi terlihat kecil.

Untuk kue basah, bisa beli kue mangkuk seperti kue apem, kue lapis seperti balapis di manado, atau agar-agar. Harga Rp 500 – Rp 1000.

Tapi kalau mau masak sendiri, ya seperti lazimnya pasar-pasar tradisional di Indonesia pastinya ada yang jual sayur-mayur, ikan, ayam, termasuk tempe tahu. Soal harga, silakan tawar sendiri (kalau bisa ya…hehehe) dan jangan harap beli tomat sekilo, karena biasanya per 5 butir..kenapa? karena kebanyakan sayuran atau buah-buahan diambil dari lahan mereka sendiri. Tak jarang mereka suka tukar menukar barang alias system barter.

Buat yang mencari makanan lain bisa mampir ke warung tenda kaki lima “sari laut” milik mas Joko asli jawa timur (lho?!) bisa pesen pecel lele, pecel ayam, atau ikan laut baker seperti kue, baronang, kerapu.



Karena menjadi ibukota kabupaten, wangi-wangi pun berbenah diri. Yang tampak terlihat adalah wilayah perkantoran kabupaten. Bangunan masih baru. Kadang, bau cat pun masih terasa.



Untuk yang suka snorkeling, ga usah jauh-jauh, karena setiap pantai di sini adalah tempat snorkeling. Saya sempat mencoba di daerah dekat peristirahatan pribadi bupati. Tempatnya tenang. Baru 200 meter dari tepi pantai, kedalaman hampir 5 meter, saya sudah terpesona dengan karang jamur dan karang tebing yang curam serta hewan laut yang menari di sekitar karang.



KALEDUPA

Wilayah daratan wakatobi hanya 3% dari luas wilayah lautannya. Bupati pun pernah berkelakar kalau dirinya adalah bupati ikan, karena lebih banyak jumlah ikan daripada jumlah warga wakatobi.



Jarak kaledupa dari wangi-wangi sekitar 45 menit. Naik boat tentunya. Disini kita lihat kehidupan masyarakat suku bajo. Sebuah suku yang memilih total hidup dengan laut. Mata pencaharian mereka melaut, mulai mencari ikan, tripang, hingga budidaya rumput laut. Tempat tinggal? Mereka akan menyusun karang-karang membentuk fondasi di laut, lalu memancang kayu fondasi untuk rumah panggung mereka. Tapi di perkampungan ini bendera partai banyak terpancang. Televisi, dvd hingga telepon selular sudah ada di setiap rumah. Jangan heran karena mereka begitu terbuka dengan siapa saja. Bahkan ada putra suku bajo yang menikah dengan warga Australia dan menetap di Australia.

Yang harus dicoba saat berkunjung ke suku bajo adalah saat anak yang baru akil balig, sekitar 7 tahun, sudah bisa mengayuh sampan sendiri. Bentuk sampan kecil memanjang seperti kano. Bila tidak biasa bisa oleh dan tercebur ke laut.

Serta jangan heran bila melihat banyak anak-anak kecil yang berlari telanjang bulat tanpa diteriaki orang tuanya karena takut tercebur ke laut.



TOMIA

Dari kaledupa ke tomia hanya 15 menit. Diantara kedua pulau itu ada pulau hoga.

Pulau hoga adalah pulau tempat divers yang punya uang secukupnya. Sering digunakan untuk mahasiswa sedunia melakukan penelitian. Bentuknya pun lebih seperti asrama.

Rumah panggung utama yang besar dengan ruangan luas dan meja serta kursi panjang tertata rapih mirip kantin-kantin di kampus.

Sementara ruangan tidur seperti bungalow, dengan kasur besar berkelambu seperti diperuntukkan mahasiswa dalam kost/flat dgn kamar mandi terbuka.

Di malam hari bersiaplah dengan nyamuk yang rajin mengintai, meski pintu tertutup rapat, tempat tidur berkelambu, jangan lupa lotion anti nyamuk. Karena nyamuk bisa menyusup lewat celah dinding dan lantai kayu.



Mencoba diving di hoga pun tak perlu jauh-jauh. Hanya sekitar 1 mil dari tepi pantai, kedalaman 20 meter bisa melihat lobster, terumbu karang beraneka rupa, ikan nemo/clown fish, hingga rombongan barracuda.



Tak jauh dari hoga, ada tomia. Sebuah pulau yang dikontrak 20 tahun oleh investor inggris dan menjadi resort elite plus bandara udara sendiri yang bisa mengangkut para turis dari denpasar – tomia.

Seperti layaknya resort kelas dunia, semua serba tertata rapih. Mulai dari peralatan diving yang tertata, tempat pengecekan dan pengisian tabung oksigen, hingga bungalow private untuk para tamu.

Harga terakhir dipatok sekitar 20 juta per tamu untuk seminggu.

Disini pun ada spot diving pribadi yang hanya diperuntukkan tamu resort tomia. Soal menjaga lingkungan, tak perlu diragukan lagi dari pemilik resort.



BINONGKO

Pulau paling jauh, terjauh di wakatobi. Bisa ditempuh 4-5 jam jika tiada hambatan ombak atau badai.

Karena waktu tak sempat berkunjung kesini. Tapi tahu ceritanya saja kalau di pulau ini tempat pandai besi terkenal. Bahkan pedang pattimura dibuat disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar