Senin, 14 Juni 2010

BIOGRAFI EDWIN RAY GUTHRIE

Edwin Ray Guthrie adalah putra pertama dari lima bersaudara yang lahir dari keluarga berkecukupan, karena Ibunya seorang Guru dan Ayahnya seorang Wiraswastawan. Beliau dilahirkan di Lincoln, Nebraska pada 9 Januari 1886. setelah lulus dari sekolah menengah kemudian Guthrie berpindah ke Universitas Nebraska dan lulus dengan Ijazah Matematika kemudian mengajar matematika di beberapa sekolah menengah sambil, memperdalam filsafat di Universitas Pennsylvania dan lulus sebagai doktor. Kemudian dilanjutkan dengan menjadi instruktur pada departemen filsafat di Universitas Washington. Setelah lima tahun kemudian, ia berpindah ke departemen psikologi di mana Ia menetap sampai kariernya berakhir.
Pada usia 33 tahun Dr. Guthrie pemenang nobel yang diberikan oleh Asosiasi Psikologi Amerika dalam kategori kontribusi mutakhir. Selama Perang dunia II, Ia pernah menjadi Dekan di Universitas Washington. Departemen Psikologi di sebuah Universitas yang kemudian bangunan tersebut dinamai Gutherie Hall. Guthrie membuat kontribusi yang patut diperhitungkan dalam dunia ilmu pengetahuan, khususnya filsafat, psikologi abnormal, psikologi sosial, pelajaran dan teori psikologi bidang pendidikan. . Salah satu kontribusinya yang paling dikenal adalah teori belajar-nya yang berdasar pada asosiasi.

TEORI BELAJAR EDWIN RAY GUTRIE
Secara eksplisit tentang esensi belajar menurut Guthrie yang dikutip oleh Sumdi Suryabrata bahwasanya Belajar adalah sifat yang tumbuh dari jiwa manusia itu sendiri. lebih jauh dikatakan bahwa, keinginan setiap manusia untuk belajar dengan cara yang berbeda-beda dari sesuatu yang pernah terjadi adalah untuk menjawabnya di kemudian hari, dan ini merupakan ciri makhluk hudup yang sehat yang dibekali pikiran.
Teori belajar yang dikembangkan Guthrie cenderung meniru teori yang telah bekembang sebelumnya yakni teori conditioning (thorndike, Skinner dan Phaplov), namun pendekatan yang dipakai adalah one law of learning dan one trial learning. Dalam perkembangan penelitiannya, Guthrie bekesimpulan bahwa belajar merupakan hasil dari sebauh kontinuitas antar struktur, stimuli dan respons belajar. Dari segi hasil dari stimuli dan respon (membentuk sebuah hubungan/asosiasi) yang menimbulkan pengaruh sangat kuat munculnyasebuah respons.
Dijelaskan bahwa jika seseorang mengerjakan sesuatu yang memiliki makna di masa lalu dengan adanya seperangkat stimuli, maka cenderung akan terulang kembali ketika terjadi kombinasi stimuli serupa.
Pada sisi lain, Guthrie menekankan bahwa model perilaku tidak dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan pengukuhan (reinforcement, dengan menghadirkan stimulus (conditioning) dengan lingkungan (environment metalistik) maka perlu dapat memunculkan pengalaman-pengalaman dalam belajar. Demikian juga perubahan tingkah laku pada masyarakat (behavior chango) yang sangat mungkin terjadi.
Pada akhirnya Dia memiliki kecenderungan bahwa reinforcement tidak lain adalah upaya merubah struktur stimuli sehingga mencegah seseorang tidak mau belajar. Namun pada satu sisi dia menolak anggapan bahwa teori disiplin formal tentang transfer ilmu dimana cenderung membiarkan kondisi pembelajaran apa adanya dengan berpedoman pada prinsip bahwa belajar sebagaimana apa yang dilakukan.

STIMULI PENGHASIL GERAKAN
Bagi Guthrie, suatu gerakan yang timbul baik berupa mendengar atau melihat dihasilkan dari stimuli yang muncul secara spontan. Dapat digambarkan dengan jelas, ketika telepon berdering, dan kita beranjak dan mendekati instrument tersebut. Namun sebelum kita manjangkau telepon, suaranya berhenti, dan ini akan langsung menjadi stimulus dari gerakan kita ke arah telepon. Dimana satu gerakan awal menghasilkan gerakan pertama, kemudian kedua, gerakan ketiga, gerakan keempat dan seterusnya. Sehingga gerakan kita membentuk rangkaian yang terus menerus yang otomatis menjadi kebiasaan. Gerakan yang timbul dan stimuli inilah yang memungkinkan sampai sejauh mana pencapaian dari asosiasi atau pengkondisian.
Versi yang sederhana dari situasi tersebut, digambarkan oleh Guthrie sebagai berikut :

Stimulasi Eksternal Respon Bawaan Stimuli Penghasil Gerakan
(dering telepon) (beranjak ke arah telepon)

Respon Bawaan Stimuli Penghasil Gerakan Respon Bawaan
(Berjalan ke arah Telpon) (Berdiri ke kursi)

Stimuli Penghasil Gerakan Respon Bawaan
(mengangkat telepon)

FORGETTING (LUPA)
Menurut Guthrie faktor lupa terjadi ketika adanya alternatif respon yang ada pada struktur stimuli. Setelah sebuah struktur stimuli dihasilkan oleh alternatif respon maka struktur tersebut akan cenderung membawa respon baru yang menghambat. Oleh sebab itu melibatkan new learning (pembelajaran yang baru).
Belajar yang dilakukan akan dipengaruhi oleh new learning, misalnya seseorang ketika diperintahkan untuk mempelajari bahasa, lalu mempelajari matematika, kemudian di tes kembali dengan bahasa, sementara orang lain hanya disuruh mempelajari matematika, setelah itu juga di tes lagi tentang bahasa, maka orang pertama yang dites tentang bahasa dan matematika akan mengingat lebih sedikit tentang bahasa jika dibandingkan dengan orang kedua yang hanya mempelajari sesuatu yang baru (tugas matematika) akan menghambat sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya (tugas bahasa).


METODE MERUBAH SUATU KEBIASAAN
Kebiasaan merupakan respon yang datang dari asosiasi dengan banyak stimulus yang berlebihan yang kemudian mendatangkan respon. Bahkan respon yang paling kuat misanya kebiasaan merokok, akan berubah menjadi kebiasaan yang kuat, karena respon dari merokok dapat menghadirkan banyak syarat berdasarkan gambaran diatas. Guthrie mengharapkan kebiasaan itu berubah menjadi kebiasaan yang baik.
Terdapat beberapa pendekatan untuk merubah kebiasaan tersebut, yakni :
1. Metode permulaan (Threshold Method); dimana stimulus dibiarkan dengan mengesankan atau kesan yang tidak membuat orang terkejut/takut, maka respon akan sepenuhnya baik Seperti dalam proses psikoterapi yakni jika seorang terapis mencoba membantu seorang pasien mengatasi suatu masalah phobia, maka dia akan menggunakan metode yang tidak memicu untuk terjadinya phobia. Jika pasien relatif merasa ketakutan terhadap orang hewan, misalnya pada buaya, pertama-tama terapi dapat memulai berbicara mengenai hewan pada umumnya, kemudian macam-macam hewan yang berkaitan hewan melata,dan seterusnya sehingga dengan cara ini secara berangsur-angsur membangun suatu keadaan dimana pasien tersebut mengenal hewan tersebut bahkan menyentuhnya tanpa menimbulkan ketakutan pada pasien.
2. Metode Kepayahan (Fatique Method); dimana stimuli yang sulit direspon diberika ketika seseorang dalam kondisi kepayahan. Misalnya ketika dalam suatu keadaan timbul kesulitan untuk mengenalkan buaya yang dalam gambaran umumnya sangat buas, maka kondisi yang mudah adalah ketika buaya-buaya tersebut dalam penangkaran (kandang).
3. Metode Respon Bertentangan (Incompatible Response Method); metode ini timbul jika reaksi terhadap stimulus menjadi suatu kebiasaan, maka cara untuk mengubahnya adalah dengan cara menghabiskan stimulus dengan respon yang berlawanan dengan reaksi buruk yang hendak dihilangkan. Seperti memperlakukan anak kecil yang takut pada Buaya, maka berilah anak itu boneka berbentuk buaya melalui ibunya dengan penuh kasih sayang, hal ini bertujuan agar anak tersebut merasa senang dan tidak takut lagi kepada buaya.

HUKUMAN (PUNISHMENT)
Hukuman akan berlaku efektif apabila diterapkan pada kondisi yang tepat misalnya pada saat tanda-tanda perilaku (respon) yang negatif (tidak diinginkan) muncul. Efektifitas hukuman hendaknya didasari oleh alasan bahwa hukuman tersebut diberlakukan agar individu mampu menemukan atau melakukan respon yang benar atas stimuli yang diberikan.
Terdapat empat prinsip yang perlu diperhatikan dalam hal dukungan (punishment) yakni :
1. Hukuman bukan berupa suatu yang menyakitkan akan tetetapi sesuatu yang mendorong organisme mau melakukan sesuatu.
2. Hukuman tersebut harus menyebabkan atau mengubah perilaku yang tidak sesuai dengan perilaku terhukum
3. Hukuman harus diterapkan dengan adanya stimuli yang diperoleh dari perilaku terhukum
4. jika kondisi pertama, kedua dan ketiga tidak dijumapi maka hukuman tidak akan berlaku efektif atau bahkan mungkin memperkuat respon yang tidak diinginkan.

Jadi, ketika hukuman menjadi efektif, hal ini mengakibatkan organisme melakukan hal-hal lain selain dari hal yang dihukum, meskipun stimuli yang diperoleh perilaku yang dihukum tetap ada. Tentu saja respon ini mengakibatkan asosiasi baru (hubungan baru) yang telah dibentuk, dan selanjutnya terlihat stimuli, mereka akan cenderung memperoleh respon yang dikehendaki sebagai pengganti respon yang tidak disenangi.

EKSPERIMEN GUTHRIE DAN HORTON
Pada tahun 1946 Guthrie melakukan suatu studi kolaboratif dengan George P. Horton dimana melibatkan perilaku kucing di dalam kotak Puzzle. eksperimen Guthrie-Horton ini menggambarkan teori pelajaran assosiatif. Mereka menggunakan suatu kotak kaca yang diberi papan agar mereka bias mengawasi pergerakan kucing itu. Kotak dibangun sedemikian rupa sehingga kucing bisa membuka pintu dengan menyentuh tombol. Dengan menentukan waktu kira-kira 15 beberapa menit agar kucing untuk menyentuh tombol itu. Waktu yang kedua, kucing mempunyai kecenderungan untuk mengulang perilaku pertamanya. Penelitian menunjukkan bahwa kucing selalu mengulangi urutan pergerakan yang sama jika dihubungkan dengan yang sebelum dilepas dari kotak itu. Ini menunjukkan suatu contoh dari pengulangan perilaku. Eksperimen Guthrie-Horton menggambarkan kepada kita semua untuk mengasumsikan perbandingan hewan untuk belajar dari suatu asosiasi (hubungan) antar suatu stimulus dan tindakan sekedar tingkah laku dari pengalaman terdahulu. ( Wolman, 1973).

KONTRIBUSI TEORI GUTHRIE
Guthrie adalah sosok yang unik dalam pendiriannya bahwa pembelajaran diakibatkan dari hubungan antara stimuli dan respon dan dari hubungan itu sendiri. Bahkan pengamat pertama terhadap teori pembelajaran, menegaskan bahwa pendekatan gabungan sederhana dari Guthrie dapat menyumbangkan seluruh fenomena dasar yang ditempatkan dalam analisis Skinner atau Hull. Yang nampak terbesar keilmiahannya adalah bahwa Guthrie mampu menjelaskan pembelajaran, perbedaan, dan generalisasi dengan analisis sederhana sedangkan teori-teori lainnya melakukan pendekatan mengenai permasalahan ini dengan lebih kompleks.
Fokus dari teori yang dimunculkan oleh Guthrie ini lebih mengarah pada perubahan kebiasaan yang dapat diterapkan dalam dunia pendidikan. Khususnya pada pembiasaan anak didik di usia dini. Dimana dalam dunia pendidikan dapat dilakukan melalui teori metode drill tingkah laku yang dilakukan berulang-ulang kumudian membut kebiasaan yang berulang-ulang.
Meskipun teori Guthrie menimbulkan riset dan kontroversi sehingga diteliti kembali oleh Hull atau Skinner, teorinya memberikan suatu penjelasan alternatif mengenai pembelajaran. Disamping itu, teorinya dianggap sebagai suatu teori konstan bahwa suatu teori tidak perlu dijelaskan secara kompleks untuk memperlihatkan perilaku yang kompleks.
Seperti halnya Thorndike, Skinner, Hull, dan Pavlov, Guthrie bukanlah teoritikus penguatan. Thorndike membahas pemisahan asosiatif, yang dirasanya terjadinya tidak tergantung dari penguatan. Tapi, karena fokus utama Thorndike adalah pada jenis pembelajaran yang telah ditetapkan oleh dalil pengaruh, secara umum dianggap teoritikus penguatan.
Motivasi bagi Thorndike, Guthrie memulai proses pendidikan dengan menyatakan tujuan-tujuan tentang respon yang akan ditumbuhkan pada stimuli. Menurutnya lingkungan belajar hendaknya ditata sedemikian rupa, agar respon yang dikehendaki muncul degan adanya stimuli, sehingga tujuan bisa tercapai.
Hal ini nampaknya Berbeda dengan Thordike, motivasi bagi Guthrie tidak terlalu penting, karena yang terpenting baginya adalah anak didik dapat merespon secara tepat terhadap stimulus yang diberika. Latihan adalah hal yang penting agar stimulus terus menerus terjadi dan tingkah laku yang dikehendaki mucul . seluruh tingkah laku manusia dianggap sebagai deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit, dimana unit-unit ini merupakan respon dari stimulus sebelumnya, kemudian unit-unit tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian direspon oleh tingkah laku berikutnya.
Latihan yang terus menerus akan memperkuat asosiasi yang terdapat antara unit tingkah laku yang satu dengan unit tingkah laku berikutnya. Bagi Guthrie bahwa susunan anak didik yang belajar matematika di papan tulis bukan suatu jaminan bahwa mereka akan belajar hal yang sama di bangku mereka.
Pendidikan dikelas merupakan suatu usaha menggabungkan stimulus dan respon. Bagaimana pembelajaran dapat mempengaruhi faktor luar kelas, jika respon yang muncul dari stimulus yang sama dengan apa yang dialami siswa di sekolah dan membiarkan respon lain terhadap stimuli yang sama di luar kelas. Guthrie meyakini bahwa pendidikan formal seharusnya menyerupai kehidupan nyata dimana guru di sekolah harus mampu mengaplikasikan hal-hal yang praktis sebagaimana yang diterapkan di luar sekolah.

Dari beberapa teoritikus yang kami cakup sejauh ini, teori Guthrie hampir sama dengan teori Watson, meskipun keduanya bukanlah teoritikus penguatan. Watson percaya bahwa seluruh pembelajaran dapat dijelaskan dengan menggunakan dalil hubungan dan frekuensi. Perbedaan utama antara teori Watson dan Guthrie adalah Watson menerima dalil frekuensi sedangkan Guthrie tidak.























KRITIK
Ada beberapa kelemahan pada teori Guthrie yang menjadi sorotan sekaligus sebagai kritikan dalam menjelaskan berbagai prinsip dalam belajar (escape learning dan forgetting). Guthrie melakukan pendekatan dengan prinsip yang sama sehingga psikolog lainnya sulit menemukan posisi Guthrie dalam jajaran ahli psikolog.
Muller dan Schoenfeld (1954) juga mengungkapkan bahwa Guthrie kurang menggunakan metodologi eksperimen dalam banyak hal dengan menggunakan alasan/dalil yang ambigu, yakni banyak mengandalkan hasil dari teori belajar tersebut, sehingga teori yang dihasilkan tersebut sulit di aplikasikan dalam fakta pendidikan langsung.
Selain itu juga disampaikan oleh Moore dan Stuard (1979) bahwa percobaan yang dilakukan Guthrie masih diragukan karena menggunkana hewan yakni kucing piaraan dan kucing hias dan lebih menunjukan fakta insting (instinctive) dari hewan tersebut. Jadi Guthrie masih memiliki beberapa kelemahan yang cukup mendasar dalam berbagai penelitiannya. Sedangkan hasil penelitiannya dengan Horton tentang kucing perlu dikembangkan untuk dikaji kembali, dengan menerapkan teori tersebut pada hewan-hewan selain kucing.

KESIMPULAN
Menurut Guthrie, Pengalaman seseorang yang terjadi di masa lalu cenderung membuatnya akan mengulangnya, dan ketika ini terjadi situasi akan menjadi riil dan muncul sebagai tindak lanjut dari apa yang pernah dilakukan. Perilaku dan pengalaman tersebut, kemudian berpeluang untuk terjadi lagi sehingga muncullah reinforcement.
Kebiasaan merupakan respon yang datang dari asosiasi dengan banyak stimulus yang berlebihan, misalnya seseorang ketika merokok mengalami perubahan yang menjadi kebiasaan yang sangat kuat, dikarenakan respon dari pada rokok dapat menghadirkan banyak pengalaman yang tersimpan (kebiasaan), maka bagaimana kebiasaan merokok itu bisa berubah menjadi kebiasaan yang baik, bukan sebaliknya yakni menjadi kebiasaan yang buruk.
Hukuman dalam teori Guthrie menjadi sangat perlu ketika adanya efektifitas diterapkan pada kondisi yang tepat, yakni harus didasari alasan bahwa hukuman dilakukan sebagai upaya agar individu mampu menemukan/melakukan sebagaimana yang diinginkan, sehingga muncul respon yang benar atas stimuli yang diberikan.
Menurut Guthrie, lupa juga bisa terjadi ketika adanya alternative respon yang ada pada struktur stimuli. Setelah struktur stimuli dihasilkan oleh respon yang lain, maka struktur tersebut akan cenderung membawa respon baru yang menghambat.






















DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsudi Makmur, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Remaja Rosdakarya, 1996.
Dallenbach, Bitterman& Newman, 1959
Hergenhahn, B. R. & Olson, Matthew H., An Introduction to Theorist to Theories of Learning, USA : Prentice-Hall International, 1997
Mueller dan Schoenfeld, 1954
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998
Sumadi Suryabarata, Psikologi Pendidikan, Jakarta Rajawali 1987
---------------, Psikologi Pendidikan, cet 12, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar