Rabu, 16 Juni 2010

PEDOMAN PENULISAN KARYA ILMIAH

BAB I
PENYUSUNAN SKRIPSI

A. Pengertian Skripsi
Secara formal, skripsi adalah karya tulis ilmiah seorang mahasiswa dalam menyelesaikan program sarjana strata satu (S1). Skripsi merupakan bukti kemampuan akademik mahasiswa dalam penelitian yang berkaitan dengan bidang keahliannya. Untuk itu, skripsi disusun dan dipertahankan untuk mencapai gelar kesarjanaan.
Pendapat yang tertuang dalam skripsi harus didukung oleh data dan fakta yang obyektif, baik berdasarkan penelitian lapangan maupun kepustakaan. Karena itu, uraian dalam skripsi bersifat interpretatif. Atau dengan kata lain, pembahasannya menggunakan pendekatan komparatif atau aplikatif dari disiplin ilmu yang akan dikembangkan menjadi profesinya. Adapun tebalnya adalah antara 40 sampai 75 halaman.

B. Sistematika Penulisan Skripsi
Yang dimaksud dengan sistematika penulisan di sini adalah cara menempatkan unsur-unsur permasalahan dan urut-urutannya sehingga merupakan kesatuan karangan ilmiah yang tersusun secara sistematis dan logis.

1. Rincian dan Urutan Isi
Rincian dan urutan skripsi yang lengkap sebagai berikut:
a. Bagian awal, terdiri dari:
 Halaman Sampul
 Halaman Judul
 Halaman Pengesahan Pembimbing
 Halaman Pengesahan Panitia Ujian
 Motto
 Persembahan
 Kata Pengantar
 Daftar Tabel (kalau ada)
 Daftar Ilustrasi (kalau ada)
 Abstraksi
 Pedoman Transliterasi
 Daftar Isi

b. Bagian tengah, terdiri dari:
 Pendahuluan
 Uraian Masalah yang Dibagi menjadi Bab-bab
 Penutup

c. Bagian akhir, terdiri dari:
 Daftar Pustaka
 Lampiran-lampiran
2. Cara Penyajian
a. Bagian awal
 Halaman Sampul dan Halaman Judul
Isi halaman judul sama dengan halaman sampul terdiri:
1. Judul Skripsi
2. Logo perguruan tinggi
3. Nama penulis lengkap dengan nomor induk mahasiswa
4. Nama Jurusan dan Perguruan Tinggi
5. Kota dan
6. Tahun (lihat lampiran 3)
 Halaman Pengesahan Pembimbing
Halaman pengesahan pembimbing berisi surat yang ditujukan kepada Ketua Jurusan sebagai langkah terakhir pembimbingan skripsi dan sebagai pengajuan ke sidang munaqasyah. Halaman pengesahan ini memuat keterangan nama mahasiswa, nomor induk mahasiswa, jurusan dan judul skripsi yang telah menjalankan proses pembimbingan dan pantas serta layak untuk disidang munaqasyahkan (lihat lampiran 4).
 Halaman Pengesahan Panitia Ujian
1. Halaman pengesahan panitia ujian berisikan nama-nama anggota panitia yang dicantumkan di bawah kolam tanda tangan.
2. Tanggal lulus (lihat lampiran 5)
 Motto
Halaman ini memuat motto penulis sebagai peneliti sekaligus penulis skripsi.
 Persembahan
Halaman persembahan adalah komitmen dan kebahagiaan penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.
 Kata Pengantar
Kata pengantar berisi ucapan rasa syukur dan terima kasih kepada berbagai pihak atas terselesaikannya penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih itu ditulis setelah rasa syukur dan ditujukan kepada berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi, dengan urutan sebagai berikut:
1. Ketua STAI Haji Agus Salim
2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
3. Pembimbing
4. Lembaga atau instansi tertentu tempat penulis mengadakan penelitian atau memperoleh informasi.
5. Dosen-dosen lain yang secara nyata memberi tuntutan atau bantuan.
6. Pihak-pihak yang benar-benar memberi bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Ucapan terima kasih diutarakan secara wajar, tidak berlebihan, tidak terlalu merendahkan diri, dan tidak perlu ada ucapan permintaan maaf atas segala kekurangan yang terdapat di dalam skripsi, sebab merupakan karangan ilmiah yang bersifat obyektif.
 Daftar Tabel
Kalau dalam skripsi terdapat lebih dari lima buah tabel, maka perlu dibuatkan tabel tersendiri beserta nomor tabel dan nomor halaman. Kata-kata “Daftar Tabel” dicantumkan di tengah-tengah halaman. Selanjutnya judul-judul tabel dicantumkan secara berurutan, masing-masing diikuti nomor halaman yang memuatnya (lihat lampiran 7).
 Daftar Ilustrasi
Kalau dalam skripsi terdapat lebih dari lima buah ilustrasi seperti diagram, grafik dan sebagainya, maka diperlukan daftar ilustasi tersendiri. Kata-kata “Daftar Ilustrasi” dicantumkan di tengah-tengah halaman. Selanjutnya judul-judul ilustrasi dicantumkan secara berurutan, masing-masing diikuti nomor halaman yang memuatnya (lihat lampiran 7).
 Abstraksi
Abstraksi memuat main idea (ide besar) yang menggambarkan keseluruhan isi skripsi yang telah dibahas mulai dari isi, metode, teknik pengumpulan data, analisis dan hasil penelitian. Karena ia bersifat global dan singkat, maka abstraksi tidak boleh dari satu halaman (lihat lampiran 8).
 Pedoman Transliterasi
Transliterasi yang dimaksud adalah pengalih-hurufan dari satu abjad ke abjad yang lain. transliterasi Arab-Latin di sini adalah penyalinan huruf Arab ke huruf-huruf Latin beserta perangkatnya, yakni panjang-pendek huruf (maddah).
 Daftar Isi
Daftar isi memuat keterangan tentang pokok-pokok sebuah skripsi. Di sini dicantumkan judul-judul dari bagian-bagian skripsi, masing-masing diberi nomor dan nomor halaman yang memuatnya

b. Bagian tengah
 Pendahuluan
Isi pendahuluan merupakan penjelasan-penjelasan yang erat sekali hubungannya dengan masalah yang dibahas dalam bab-bab. Karena itu penjelasan-penjelasan tersebut perlu dirinci sebagai berikut:
1. Alasan pemilihan problematika atau pokok masalah. Alasan tersebut harus meyakinkan sehingga pokok masalah dapat dibahas lebih mendalam dalam sebuah skripsi.
2. Identikasi dan pembahasan masalah harus disertai dengan latar belakangnya yang sesuai.
3. rangkuman karya tulis yang disusun secara singkat dan padat
 Bab-bab Penguraian
1. Prosedur pemecahan masalah dijelaskan dengan menyebutkan metode-metode yang dipakai dan tata kerja yang akan ditempuh oleh penulis.
2. Sumber-sumber yang ada relevansinya dan dapat dipertanggungjawabkan untuk memecahkan masalah tersebut.
3. Uraian skripsi harus memuat tafsiran-tafsiran, analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan dan sebagainya yang merupakan jawaban terinci atas persoalan yang berhubungan dengan pokok-pokok pembahasan penulis secara proporsional.
4. Uraian mengenai hal-hal yang bersifat teoritis yang sebagian besar data-datanya diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan ditempatkan pada permulaan penguraian masalah. Sedangkan data-data berserta analisisnya yang diperoleh melalui penelitian lapangan dibicarakan sesudah itu.

 Penutup
Sub-bab ini terdiri dari kesimpulan, implikasi dan saran.
a. Yang dimaksud dengan kesimpulan adalah:
1. Kesimpulan ditarik dari pembuktian atau dari uraian yang ditulis terdahulu dan berkaitan erat dengan pokok masalah. Dengan demikian tidak dapat dibenarkan apabila sesuatu yang dibahas dalam bab-bab penguraian diambil sebagai kesimpulan.
2. kesimpulan bukan merupakan ikhtisar dari apa yang ditulis terdahulu. Ikhtisar dapat dilakukan, namun dengan tujuan untuk mencapai hubungan antara sekelompok data dan pokok masalah agar sampai kepada kesimpulan-kesimpulan tertentu. Bab ini juga dapat memuat uraian yang menunjukan proses pemikiran untuk sampai kepada kesimpulan itu. Data atau informasi baru tidak dapat dimasukkan dalam bab kesimpulan ini.
b. Implikasi. Bagian ini memuat tindak lanjut dari penelitian yang telah dilakukan. Dasar pijakan implikasi adalah kesimpulan penelitian itu sendiri.
c. Saran. Pada bagian ini memuat saran-saran atau komentar tentang hasil penelitian yang dihubungkan dengan manfaatnya bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.

c. Bagian Akhir
 Daftar Pustaka
Semua sumber kepustakaan berupa buku, ensiklopedi, jurnal, majalah atau surat kabar perlu disusun dalam daftar khusus yang diletakkan di akhir skripsi.
 Lampiran-lampiran
1. Isi lampiran
Isi lampiran adalah hal-hal yang merupakan kelengkapan pembahasan, namun tidak mempunyai hubungan yang terlalu langsung dengan masalah yang dibahas, misalnya angket, tanda bukti penelitian, hasil wawancara, dan lain sebagainya.
2. Urutan Lampiran
Urutan lampiran harus disusun sesuai dengan urutan antara masalah-masalah yang dibahas dalam tubuh skripsi. Lampiran yang berhubungan dengan uraian masalah dalam BAB I lebih didahulukan dari lampiran yang berhubungan dengan BAB II, BAB III, dan seterusnya.

C. Metode Penelitian
Dalam penulisan dan penyusunan skripsi diwajibkan untuk menggunakan metode penelitian. Dalam sebuah penelitian, mahasiswa dapat menetapkan satu metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian. Metode-metode yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Metode kuantitatif (lihat lampiran 1)
Secara umum yang dimaksud dengan penelitian kuantitatif (quantitative research) adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).
Untuk memudahkan penelitian kualitatif, maka berikut ini diuraikan sistematika Metode Penelitian Kualitatif.

 BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian lazimnya dilakukan untuk menjawab keingintahuan peneliti, dalam menangkap gejala atau fenomena atau masalah yang harus dicari jawabannya. Pada bagian ini penulis harus dapat mengungkapkan adanya kesenjangan antara harapan (das sollen) dan kenyataan (das sein), baik kesenjangan teoritik maupun kesenjangan praktis, yang melatarbelakangi permasalahan yang akan diteliti. Dalam latar belakang masalah dapat juga dijelaskan secara ringkas teori, temuan-temuan penelitian, hasil-hasil diskusi ilmiah maupun pengalaman atau pengamatan pribadi yang terkait dengan masalah yang akan diteliti sebagai justifikasi permasalahan. Intinya adalah pemaparan pertanggungjawaban judul.

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Identifikasi dan Pembatasan masalah berfungsi mengarahkan dan membimbing peneliti pada situasi lapangan dan data yang bagaimana yang akan dipilihnya dari berbagai lapangan atau data yang banyak tersedia.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian memberikan gambaran yang jelas dan realistis mengenai tujuan dilakukan penelitian ini.
2. Adapun kegunaan penelitian memberikan gambaran mengenai kemanfataan atau kegunaan hasil hasil penelitian. Kegunaan dapat dikaitkan dengan peneliti, lembaga, organisasi profesi, pengembangan keilmuan, dan sebagainya.

D. Langkah-langkah Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
2. Sumber data
3. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
4. Instrumen/alat pengumpulan data.
5. Teknik Analisis Data
6. Hipotesis Statistik

E. Sistematika Pembahasan
Sistematika atau outline ini menguraikan pembahasan secara singkat dan global dari mulai bab pertama sampai bab terakhir, yakni bab penutup.

 BAB II. TINJAUAN TEORITIK
A. Tinjauan Teori
Tinjauan teori atau kajian pustaka berisi uraian berbagai teori serta penelitian yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Kajian teori juga berisi informasi penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dimanfaatkan untuk membantu merumuskan kembali fokus kajian penelitian maupun ketika melakukan analisis data atau membahas temuan-temuan penelitian yang sedang dilakukan.
Dalam melakukan kajian pustaka, ada dua bagian perlu dibedakan, yakni sumber primer dan sumber sekunder. Yang dimaksud dengan sumber primer adalah sumber-sumber utama yang berhubungan langsung dengan pokok permasalahan baik berasal dari buku, jurnal, ensiklopedi, maupun karya-karya lainnya. Adapun yang dimaksud sumber sekunder adalah sumber-sumber yang tidak berhubungan langsung namun memiliki hubungan yang erat dengan pokok permasalahan. Sumber sekunder juga bisa berasal dari buku, jurnal, ensiklopedi, atau karya-karya lainnya.

B. Pertanyaan Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang diharapkan, maka pada bagian ini skripsi memuat uraian sejumlah pertanyaan penelitian yang sesuai dengan Identifikasi dan Pembatasan Masalah.

C. Kerangka Berpikir
Hasil sintesis dari teori-teori yang dikaji dan hasil penelitian yang relevan. Kerangka berpikir menggambarkan alur pemikiran penelitian dan memberikan penjelasan kepada pembaca mengapa ia mempunyai anggapan seperti yang dinyatakan dalam hipotesis. Biasanya untuk memperjelas maksud peneliti, kerangka berpikir dapat dilengkapi dengan sebuah bagan yang menunjukan alur pemikiran peniliti serta hubungan antarvariabel yang diteliti. Bagan itu disebut juga dengan nama paradigma atau model penelitian

D. Hipotesis Penelitian
Mengajukan hipotesis atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti, dan akan diuji kebenarannya. Hipotesis dirumuskan berdasarkan kajian teori serta kerangka berpikir. Rumusan hipotesis harus mendeskripsikan kaitan antara dua variabel atau lebih. Berdasarkan kecenderungan teori yang dikaji terdapat beberapa cara dalam rumusan hipotesis. Cara pertama berupa hipotesis non (yang menyatakan ketidakadaan). Ketidakadaan tersebut dapat berarti tidak ada pengaruh, tidak ada hubungan, tidak ada perbedaan maupun tidak ada interaksi antarvariabel.
Cara yang kedua adalah apa yang disebut hipotesis alternatif. Hipotesis ini merupakan pernyataan operasional hipotesis penelitian. Hipotesis alternatif menyatakan adanya pengaruh, hubungan, perbedaan maupun interaksi antarvariabel. Masih ada cara perumusan hipotesis, seperti langsung maupun tidak langsung. Namun penjelasan yang lebih mendalam bisa dibaca dalam buku-buku tentang metodologi penelitian.

 BAB III. HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan mempergunakan statistik deskriptif, seperti ukuran letak, median, kuartil dan desil, gejala sental seperti rata-rata hitung, rata-rata ukur, maupun penyajian data dalam bentuk distribusi yang disertai grafik untuk setiap variabel.

B. Pengujian Hipotesis
Melakukan pengujuan terhadap hipotesis dengan menggunakan teknik analisis statistik yang sudah ditentukan semula, seperti korelasi atau agresi, baik sederhana maupun ganda.

C. Interpretasi Hasil Penelitian
Melakukan penafsiran terhadap hasil akhir pengujian hipotesis. Kendatipun hasil statistik itu sendiri sudah merupakan suatu kesimpulan namun belum memadai tanpa adanya interpretasi yang dihubungkan dengan pertanyaan penelitian.

D. Pembahasan Hasil Penelitian
Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data. Terhadap hipotesis yang diterima barangkali tidak ada masalah, namun bagi hipotesis yang ditolak harus diberikan berbagai dugaan yang menjadi penyebabnya. Bahkan jika mampu peneliti boleh membuat kesimpulan dari hasil hipotesis yang ditolak dengan mengajukan kerangka teori baru sebagai revisi dari teori sebelumnya.

 BAB IV. PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan, implikasi dan saran-saran sebagai upaya tindak lanjut hasil penelitian.

A. Kesimpulan
Memuat saripati tentang hasil-hasil penelitian yang diperoleh.

B. Implikasi
Bagian ini memuat tindak lanjut dari penelitian yang telah dilakukan. Dasar pijakan implikasi adalah kesimpulan penelitian itu sendiri.

C. Saran
Pada bagian ini memuat saran-saran atau komentar tentang hasil penelitian yang dihubungkan dengan manfaatnya bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.

2. Metode Kualitatif (lihat lampiran 2)
Secara umum yang dimaksud dengan penelitian kualitatif (qualitative research) adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Pendapat lain ada yang mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang berusaha mengungkapkan gejala secara holistic-contextual (secara alamiah dan sesuai dengan konteks), melalui pengumpulan data dari latar alami dimana instrumen pokoknya adalah peneliti sendiri. Karena instrumen kuncinya adalah peneliti sendiri, maka dia harus terlibat dalam kehidupan orang-orang yang diteliti, dan lebih dari sekedar terlibat dia pun harus mengenal dan tinggal bersama-sama dengan yang diteliti agar dapat memahami mereka dari pandangan mereka sendiri.
Penelitian kualitatif cenderung bersifat deskriptif dan analisis secara induktif. Proses dan makna perspektif subjek lebih ditampilkan dalam laporannya. Laporan penelitian kualitatif disusun dalam bentuk naratif-kreatif dan mendalam serta menunjukan ciri-ciri naturalistic yang penuh keotentikan.
Laporan penelitian kualitatif harus memiliki fokus yang jelas. Fokus merupakan penentuan apa yang akan diutarakan kepada pembaca. Sebuah fokus merupakan penentuan apa yang diutarakan kepada pembaca. Tergantung jenis penelitiannya, fokus dapat berupa masalah, evaluasi atau pilihan kebijakan.
Meskipun tidak ada model laporan kualitatif yang baku, sebab sangat tergantung kepada masalah dan bidang kajian. Selain itu, format laporan tidak terlalu penting, karena dalam penelitian kualitatif yang diutamakan adalah deskripsi secara analisis suatu fenomena atau proses sebagaimana adanya dalam latar alami, dengan tujuan memperoleh makna yang mendalam dan utuh dari fenomena atau proses tersebut.
Untuk memudahkan penelitian kualitatif, maka berikut ini diuraikan sistematika Metode Penelitian Kualitatif.

 BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini menggambarkan latar belakang masalah, tujuan dan kegunaan penelitian dan hasil-hasil yang diharapkan. Dengan mengetahui pendahuluan ini, pembaca dapat mengetahui konteks atau latar belakang penelitian, identifikasi dan pembatasan masalah, lokasi yang dipilih serta kepustakaan yang digunakan.

A. Latar Belakang Masalah
Bagian ini memuat uraian tentang latar belakang penelitian, maksud penelitian, dan apa atau siapa yang mengarahkan penelitian.

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Identifikasi dan Pembatasan masalah berfungsi mengarahkan dan membimbing peneliti pada situasi lapangan dan data yang bagaimana yang akan dipilihnya dari berbagai lapangan atau data yang banyak tersedia.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian memberikan gambaran yang jelas dan realistis mengenai tujuan dilakukan penelitian ini.
2. Adapun kegunaan penelitian memberikan gambaran mengenai kemanfataan atau kegunaan hasil hasil penelitian. Kegunaan dapat dikaitkan dengan peneliti, lembaga, organisasi profesi, pengembangan keilmuah, dan sebagainya.

D. Langkah-langkah Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
2. Sumber data
3. Alat Pengumpul Data
4. Teknik Analisis Data

E. Sistematika Pembahasan
Sistematika atau outline ini menguraikan pembahasan secara singkat dan global dari mulai bab pertama sampai bab terakhir, yakni bab penutup.

 BAB II. TINJAUAN TEORITIK
E. Tinjauan Teori
Tinjauan teori atau kajian pustaka berisi uraian berbagai teori serta penelitian yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Kajian teori juga berisi informasi penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dimanfaatkan untuk membantu merumuskan kembali fokus kajian penelitian maupun ketika melakukan analisis data atau membahas temuan-temuan penelitian yang sedang dilakukan.
Dalam melakukan kajian pustaka, ada dua bagian perlu dibedakan, yakni sumber primer dan sumber sekunder. Yang dimaksud dengan sumber primer adalah sumber-sumber utama yang berhubungan langsung dengan pokok permasalahan baik berasal dari buku, jurnal, ensiklopedi, maupun karya-karya lainnya. Adapun yang dimaksud sumber sekunder adalah sumber-sumber yang tidak berhubungan langsung namun memiliki hubungan yang erat dengan pokok permasalahan. Sumber sekunder juga bisa berasal dari buku, jurnal, ensiklopedi, atau karya-karya lainnya.

F. Pertanyaan Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang diharapkan, maka pada bagian ini skripsi memuat uraian sejumlah pertanyaan penelitian yang sesuai dengan Identifikasi dan Pembatasan Masalah.

G. Kerangka Berpikir
Hasil sintesis dari teori-teori yang dikaji dan hasil penelitian yang relevan. Kerangka berpikir menggambarkan alur pemikiran penelitian dan memberikan penjelasan kepada pembaca mengapa ia mempunyai anggapan seperti yang dinyatakan dalam hipotesis. Biasanya untuk memperjelas maksud peneliti, kerangka berpikir dapat dilengkapi dengan sebuah bagan yang menunjukan alur pemikiran peniliti serta hubungan antarvariabel yang diteliti. Bagan itu disebut juga dengan nama paradigma atau model penelitian

H. Hipotesis Penelitian
Mengajukan hipotesis atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti, dan akan diuji kebenarannya. Hipotesis dirumuskan berdasarkan kajian teori serta kerangka berpikir. Rumusan hipotesis harus mendeskripsikan kaitan antara dua variabel atau lebih. Berdasarkan kecenderungan teori yang dikaji terdapat beberapa cara dalam rumusan hipotesis. Cara pertama berupa hipotesis non (yang menyatakan ketidakadaan). Ketidakadaan tersebut dapat berarti tidak ada pengaruh, tidak ada hubungan, tidak ada perbedaan maupun tidak ada interaksi antarvariabel.
Cara yang kedua adalah apa yang disebut hipotesis alternatif. Hipotesis ini merupakan pernyataan operasional hipotesis penelitian. Hipotesis alternatif menyatakan adanya pengaruh, hubungan, perbedaan maupun interaksi antarvariabel. Masih ada cara perumusan hipotesis, seperti langsung maupun tidak langsung. Namun penjelasan yang lebih mendalam bisa dibaca dalam buku-buku tentang metodologi penelitian.

 BAB III. HASIL PENELITIAN
B. Deskripsi Latar dan Kehadiran Peneliti
Bagian ini mendeskripsikan secara jelas karakteristik lokasi serta alasan pemilihan lokasi tersebut. Yang penting dalam alasan pemilihan lokasi lebih kepada pertimbangan-pertimbangan keunikan dan menarik untuk diteliti. Uraian demografi serta bagaimana peneliti memasuki lokasi penelitian juga perlu dijelaskan.

B. Temuan Data Dan Keabsahan Temuan
Bagian ini mencakup: (1) pemeriksanaan atau analisis data, seperti temuan-temuan yang menyimpang dan kasus negatif; (2) Triangulasi, yakni merujuk pada pengumpulan informasi atau data dari berbagai latar dengan menggunakan berbagai metode (melakukan check and re-check data), kepada ahli maupun kepada teori (referensi); (3) melakukan uraian secara rinci.

E. Analisis Data
Tahap berikutnya adalah analisis data, dengan tahap-tahapnya: (1) melakukan identifikasi satuan data sesuai identikasi dan pembatasan masalah serta pertanyaan penelitian. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara memilah-milah dan membuat kategori-kategori data; (2) melakukan analisis atau penafsiran terhadap data yang telah diperiksa keabsahannya; melakukan penulisan teori terhadap hasil temuan yang telah dianalisis, dengan cara: (a) membuat kerangka dan menyusun sistematika teori; (b) menyusun teori substantif; dan (c) menuliskan sejumlah kemungkinan alasan yang menjadi dasar teori.

 BAB IV. PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan, implikasi dan saran-saran sebagai upaya tindak lanjut hasil penelitian.

D. Kesimpulan
Memuat saripati tentang hasil-hasil penelitian yang diperoleh.

E. Implikasi
Bagian ini memuat tindak lanjut dari penelitian yang telah dilakukan. Dasar pijakan implikasi adalah kesimpulan penelitian itu sendiri.

F. Saran
Pada bagian ini memuat saran-saran atau komentar tentang hasil penelitian yang dihubungkan dengan manfaatnya bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.






BAB II
KETENTUAN MAHASISWA, DOSEN PEMBIMBING DAN SEMINAR PROPOSAL

A. Persyaratan Akademis Mahasiswa
Mahasiswa strata satu (S1) yang berhak menulis skripsi adalah mahasiswa yang telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Telah lulus semua mata kuliah teori minimal 120 SKS dengan IPK 2, 75.
2. Telah lulus mata kuliah PPLK dan KKN

B. Persyaratan Dosen Pembimbing
Untuk menjadi pembimbing skripsi diperlukan persyaratan sebagai berikut:
1. Dosen minimal memiliki pangkat lektor, dosen berpangkat lektor muda namun berijazah magister, atau memiliki ijazah doktor tanpa memperhatikan kepangkatannya
2. Dosen pemegang mata kuliah yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi.
3. Memiliki pengalaman dalam menulis skripsi atau karya ilmiah yang setara dengan skripsi.
4. Mampu memberikan bimbingan kepada mahasiswa baik dari segi waktu maupun kemampuan akademis yang dimiliki.

C. Jumlah Pembimbing
Jumlah pembimbing skripsi adalah dua orang pembimbing. Pembimbing pertama membimbing materi, sedang pembimbing kedua membimbing teknik penulisan, metode dan bahasa.

D. Tugas Dosen Pembimbing
1. Pembimbing I bertugas:
a. Memberikan arahan tentang rumusan akhir penelitian, sistematika dan materi skripsi.
b. Menelaah dan mengarahkan materi pembahasan yang relevan dengan materi yang sedang dibahas.
c. Memberikan persetujuan akhir terhadap naskah skripsi yang akan diajukan ke sidang munaqasyah.
2. Pembimbing II bertugas:
a. Membantu Pembimbing I dalam menilai dan memperkaya usulan penelitian.
b. Menelaah dan memberikan rekomendasi tentang prosedur pengumpulan data dan teknik analisis data yang akan digunakan.
c. Memberikan persetujuan akhir terhadap naskah skripsi yang akan diajukan ke sidang munaqasyah setelah disetujui Pembimbing I.
E. Status Dosen Pembimbing
Pembimbing skripsi memiliki status:
1. Sebagai pemegang otoritas tertinggi untuk menyatakan sahnya sebuah skripsi.
2. Tanda pembimbing merupakan bukti bahwa penyusunan skripsi sudah mendapatkan bimbingan sesuai dengan prosedur.

F. Kewajiban Pembimbing
1. Memberikan bimbingan kepada mahasiswa penulis skripsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. mencatat tanggal dan bentuk konsultasi bimbingan dalam lembar bimbingan skripsi yang telah disediakan setiap kali melakukan bimbingan.
3. Memberikan nilai terhadap skripsi yang telah dibimbingnya.
4. Bertindak sebagai penguji dalam sidang munaqasyah.

E. Seminar Proposal
1. Mahasiswa harus melalui seminar proposal sebelum melakukan penulisan skripsi.
2. Seminar dilakukan dihadapan tim akademik yang ditugaskan melalui surat penugasan oleh ketua STAI.
3. Tim akademik dapat menyarankan perubahan judul dan prosedur penulisan skripsi.
4. Mahasiswa memperbaiki proposal skripsi setalah diseminarkan untuk dikonsultasikan kepada pembimbing paling lambat 1 (satu) bulan dan meneruskan penulisan skripsi.

BAB III
TEKNIK PENULISAN SKRIPSI

A. Penggunaan Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah bahasa yang baik dan benar. Isi disajikan secara formal dengan bahasa yang tepat, tidak berbelit-belit, dan langsung menuju kepada persoalan. Untuk itu diperlukan bahasa yang lugas dan mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI).
Tanda baca seperti koma, titik koma, titik, tanda seru, dan sebagainya digunakan sebagaimana mestinya menurut ejaan yang telah disempurnakan.

B. Jenis dan Ukuran Kertas
1. Kertas yang digunakan untuk menulis skripsi adalah kertas HVS 60, 70 atau 80 miligram.
2. Kertas tersebut berukuran kuarto 22 x 28 cm.

C. Teknik Pengetikan
1. Naskah diketik berspasi dua. Sedangkan untuk abstraksi dan daftar pustaka berjarak 1 spasi.
2. Margin (jalur pinggir kertas) kiri selebar 4 cm dan margin kanan 3 cm. Adapun tepi sebelas atas kertas selebar 4 cm dan tepi sebelah bawah selebar 3 cm.
3. Naskah diketik dengan huruf Times New Roman font 12
4. Nomor halaman diletakan di bawah halaman untuk halaman pertama setiap bab. Adapun untuk halaman berikutnya diletakkan di sudut kanan atas.
5. Penomoran halaman dimulai dari Bab I Pendahuluan sampai daftar pustaka. Sedangkan untuk bagian awal skripsi (halaman judul sampai daftar lampiran) diberi nomor dengan angka Romawi kecil (i, ii, iii, iv, v,…) diletakan di tengah bawah halaman sama seperti halaman pertama setiap bab.
6. Ketikan alinea baru dimulai setelah 7 indentasi (ketukan) dari garis margin kiri.

D. Bentuk Tulisan Judul

1. Judul Skripsi dan Judul Bab
Judul skripsi dan judul bab ditulis dengan huruf kapital semua tanpa titik dan tanpa garis bawah, seperti BAB I, BAB II, BAB III dan seterusnya. Judul yang panjang disusun sedemikian rupa dengan memperhatikan estetika penulisan.

2. Judul Sub-bab dan bagian-bagiannya
Judul sub-bab dan bagian-bagiannya yang lebih kecil lagi ditulis dengan kapitalisasi, artinya setiap huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital kecuali kata-kata partikel seperti ke, dalam, dari dan sebagainya.

3. Perincian (poin)
a. Dalam Paragraf
Apabila perinciannya terdapat dalam paragraf maka menggunakan:
1. Pertama,….; kedua….; ketiga….;
2. (1) ….; (2) ….; (3) ….;

b. Di Luar Paragraf
Apabila perinciannya terdapat di luar paragraf maka menggunakan:
1. 1, 2, 3, a, b, c, bullet, yakni hirarki (angka [1, 2, 3, …], kemudian huruf [a, b, c, …], lalu bullet [bulat hitam]).

E. Kutipan Langsung

a. Kutipan langsung sama dengan bentuk asli dalam susunan kata dan tanda bacanya.
b. Kutipan langsung tidak boleh lebih dari satu halaman;
c. Apabila tidak lebih dari lima baris maka dimasukan sebagai bagian dari teks skripsi dan dituliskan dengan menggunakan tanda petik rangkap.
d. Tanda petik ditulis setelah 7 indentasi (ketukan) dari margin kiri sama seperti permulaan alinea.
Contoh:

Kelemahan para ulama dan fuqaha adalah karena mereka berkeyakinan bahwa pengetehuan yang ada pada diri mereka dianggap dapat mengakses teks dan mengabaikan kebenaran yang mendalam dari historisitas teks. Muhammad Arkoun dalam salah satu tulisannya mengatakan:
“Tout l’effort connaître le vrai (al-haqq) consiste donc, en fait, en une soumission totale (taqlîd) a l’autorité de texte coranique don’t l’immanence linguistique est néccessairement confondre avec la trancendence de la Volonté de la Dieu…Par suite, l’usage correct des regles grammaticales et lexicologique de l’arabe suffit à garantir la validité permenante de signification”.

[Semua usaha untuk memahami kebenaran (al-haqq) terdiri dari, dalam hal ini, sikap taklid (taqlîd) kepada otoritas teks Al-Quran yang imanensi bahasanya bercampur dengan Kehendak Tuhan…Sebagai akibatnya, penggunaan struktur gramatikal dan leksikologi bahasa Arab yang benar dapat memberikan jaminan sampai kepada kebenaran maknanya yang permanen”.]

e. Kalau dalam kutipan terdapat tanda petik rangkap, maka tanda petika itu harus diubah menjadi tanda petik tunggal.
Contoh:
“Organisasi-organisasi ini tidak menghilangkan “sistem built” yang sudah berlaku di abad-abad sebelumnya”.

Kutipan itu menjadi

“Organisasi-organisasi ini tidak menghilangkan ‘sistem built’ yang sudah berlaku di abad-abad sebelumnya”.

F. Kalimat Elips
Kalimat elips adalah kalimat yang bagiannya ada yang dibuang. Kutipan yang berbentuk kalimat elips dimasukkan sebagai bagian dari teks skripsi. Kalimat elips ditulis dengan menggunakan tanda petik dan tiga buah titik sebelum atau sesudahnya.
a. Kalimat elips yang dibuang bagian akhirnya.
Contoh:
Sehubungan dengan hal-hal yang memperkuat pendidikan akhlak itu Prof. Dr. Ahmad Amin berpendapat di antaranya bahwa, “Yang lebih penting memberi dorongan kepada pendidikan akhlak ialah supaya orang mewajibkan dirinya melakukan perbuatan yang baik…”¹.

b. Kalimat elips yang dibuang bagian awalnya.
Contoh:
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Andrew Rippin bahwa “…penggalian terhadap sumber-sumber inilah yang sering membuat para peniliti Barat menganggap Islam sebagai agama teks (scriptural faith)”².

c. Kalimat elips yang dibuang bagian awal dan akhirnya.
Contoh:
Al-Quran merupakan proses transformasi-interaksi antara Tuhan dengan manusia, termasuk di antaranya kondisi masyarakat Arab atau logosphere (yakni situasi wacana, pengetahuan dan pembicaraan) masyarakat pada waktu itu. Bahkan menurut Jacob Neuner, “….sebuah teks baik yang suci ataupun yang sekular merupakan hasil interaksi sosial…”³.

d. Kalimat elips yang dibuang bagian tengahnya.
Contoh:
Untuk itu, Muhammad Arkoun membedakan antara kisah (qashash) dengan dongeng (ustûrah) yang digunakan dalam kisah-kisah Al-Quran…“mitos yang ditunjuk di sini adalah apa yang oleh Al-Quran disebut al-Qashash, yakni narasi, kisah dan bukan ustûrah yang tidak mengandung arti kebenaran”.

G. Singkatan dan akronim

Bdk. (bandingkan = cf.)
cet. (cetakan)
dll. (dan lain-lain)
et al. (et alii = dkk.)
h. (halaman)
hh. (banyak halaman = pp.)
ibid. (ibidem, artinya dalam tempat yang sama)
jil. (jilid)
l. (lahir)
loc. cit. (loco citato, artinya dalam tempat yang telah disebutkan)
m. (meninggal)
op. cit. (opera citato, artinya dalam sumber yang telah disebutkan)
pen. (penerbit)
penerj. (penerjemah)
peny. (penyunting)
ed. (editor)
t.p. (tanpa penerbit)
t..t. (tanpa tahun)
vol. (volume)
w. (wafat)

H. Catatan Kaki (footnote)
a. Catatan kaki ini dimaksudkan untuk memberikan catatan tambahan, karena itu diletakan pada halaman yang sama.
b. Tanda catatan kaki diletakan di ujung kalimat yang dikutip.
c. Catatan kaki pada tiap bab diberi nomor urut mulai dari angka satu (1) sampai seterusnya, dan dimulai dengan nomor satu (1) kembali pada bab yang baru.
d. Catatan kaki ditulis dalam satu spasi dengan font hurufnya sepuluh (10) dan dimulai setelah 7 indentasi (ketukan) dari margin kiri sama seperti permulaan alinea.
e. Nama buku dicetak miring (italic), dan halaman disingkat dengan “h.” apabila kutipan yang diambil dari halaman tertentu. Apabila kutipan itu disarikan dari beberapa halaman seperti dari halaman 1 sampai halaman 5 maka ditulis dengan “hh.” (lihat singkatan dan akronim di atas).
Contoh:
¹ Farid Esack, Qur’an, Liberation, and Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity Againts Oppression, (England: Oneworld, 1997), h. 13.
² Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama Sebuah Kajian Hermeneutik, (Jakarta: Paramadina, 1996), hh. 3-20

f. Apabila buku referensi tersebut memiliki edisi cetakan atau volume atau jilid (cet., vol., dan jil. lihat singkatan dan akronim di atas), maka letakan di belakang tanda kurung yang memuat nama kota, penerbit, dan tahun.
Contoh:
¹ Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1995), cet. ke-2, h. 20.
² V.L. Parrington, Main Current in American Thought, (New York: An Aerbor Press, 1970), vol. 2, h. 20.
³ Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Jakarta: Andi Offset, 1982), jil. I, h. 20.

g. Apabila buku referensi tersebut memiliki edisi cetakan dan jilid secara bersamaan, maka letakan cetakan terlebih dahulu kemudian jilid di belakang tanda kurung yang memuat nama kota, penerbit, dan tahun.
Contoh:
 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1973), cet. Ke-3, jil. 1, h. 20.

h. Apabila buku tersebut terjemahan dari bahasa asing, maka tulis dengan singkatan penerj. (lihat singkatan dan akronim di atas) setelah judul buku.
Contoh:
 Mohammed Arkoun, Berbagai Pembacaan Al-Quran, penerj. Machasin, (Jakarta: INIS, 1997), h. 20.

i. Apabila buku tersebut ditulis oleh penyunting atau editor (peny. atau ed.) maka diletakan didepan setelah nama penyunting atau editor.
Contoh:
¹ Andrew Rippin (ed.), Approaches to the History of Interpretation of the Qur’an, (New York: Oxford University Press, 1998), h. 20.
² Dede Iswadi (peny.), Hermeneutika Al-Quran Nasr Hamid Abu Zaid, (Jakarta: Korpus, 2002), h. 20.

j. Apabila nama pengarang buku tersebut sampai tiga orang, maka ditulis lengkap. Sedang apabila jumlahnya lebih dari tiga, maka hanya ditulis nama pengarang pertama dan ditambah kata el al. (lihat singkatan dan akronim di atas)
Contoh:
³ Ralph M. Blake, Curt J. Ducasse dan Edward H. Madden, Theories of Scientific Method, (Seattle: The University of Washington Press, 1966), h. 20.
 Sukarno et al., Dasar-dasar Pendidikan Science, (Jakarta: Bhatara, 1973), h. 20.

k. Apabila buku referensi tersebut tidak mencantumkan nama penerbit dan tahun, maka penulisannya disingkat dengan t.p. dan t.t. (lihat Singkatan dan Akronim di atas).
Contoh:
¹ Abin Syamsudin, Psikologi Pendidikan, (Bandung: t.p., t.t.), h. 20

l. Apabila kita mau membandingkan dengan teori, pendapat atau asumsi yang dikemukakan oleh seseorang yang dikutip dalam catatan kaki, maka gunakan bdk. Atau cf. (lihat Singkatan dan Akronim di atas).
Contoh:

Menurut Ahmad Amin pendidikan adalah proses pembentukan jati diri manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi.¹
______________________
¹ Ahmad Amin, Fajr al-Islâm, (Al-Qahirah: Maktabah al-Nahdlah al-Mishriyyah, 1965), h. 20. Bdk. dengan H. M. Arifin yang berpendapat bahwa pendidikan adalah kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna. H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1993), h. 3.

m. Pengulangan Kutipan
1. ibid. Notasi ibid. digunakan apabila pengarang dan buku tersebut tidak diselang oleh pengarang dan buku lainnya. Kalau halaman yang dikutipnya sama maka cukup dengan ibid. saja.
Contoh:
¹ Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1995), cet. ke-2, h. 20.
² ibid., h. 23.
³ ibid.
 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Jakarta: Andi Offset, 1982), jil. I, h. 20.

2. loc. cit. Notasi ini digunakan untuk menunjuk halaman yang sama dari sumber yang sama pula yang telah disebutkan dan telah diselingi oleh kutipan dari sumber lain. Dalam pengulangan ini, yang ditulis adalah nama pengarang saja.
Contoh:
¹ Dede Iswadi (peny.), Hermeneutika Al-Quran Nasr Hamid Abu Zaid, (Jakarta: Korpus, 2002), h. 20.
² ibid.
³ Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1973), cet. Ke-3, jil. 1, h. 20.
 Dede Iswadi (peny.), Hermeneutika Al-Quran Nasr Hamid Abu Zaid, op. cit., h. 3.
 Harun Nasution, loc. cit.

3. op. cit. Notasi op. cit. dipakai untuk menunjuk sumber kutipan yang sama dan dengan halaman yang berbeda, namun telah diselingi oleh kutipan sumber lain.
Contoh:
¹ Dede Iswadi (peny.), Hermeneutika Al-Quran Nasr Hamid Abu Zaid, (Jakarta: Korpus, 2002), h. 20.
² Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1973), cet. Ke-3, jil. 1, h. 20.
³ Dede Iswadi (peny.), Hermeneutika Al-Quran Nasr Hamid Abu Zaid, op. cit., h. 20.
 ibid.

n. Pengutipan dari Majalah dan Jurnal
Pada prinsipnya sama dengan kutipan yang berasal dari buku. Perbedaannya adalah kalau dari majalah, nama judul artikel ditulis di antara tanda petik rangkap nama majalah ditulis italic, diikuti volume (vol.), nomor, kurung buka, bulan, tahun, kurung tutup, dan nomor halaman.
Contoh:
¹ Dede Iswadi, “Politisi ala Fir’aun”, Forum, vol. XXVIII, 20 (Maret, 2003), h. 20.

o. Pengutipan dari Surat Kabar
Hanya dengan menuliskan judul tulisan atau rubrik, nama surat kabar (huruf italic), tempat terbit dalam tanda kurung), tanggal, bulan, dan tahun terbitnya, lalu diakhiri dengan nomor halaman.
Contoh:
² Rencana Kenaikan BBM, Republika (Jakarta), 3 Maret 2005.

Kalau kutipannya diambil dari artikel dengan nama yang jelas pada sebuah surat kabar, maka catatan kakinya dimulai dari nama pengarang dan judul artikel ditulis dengan tanda petik rangkap.
Contoh:
³ Saeful Muzani, “Quick Count dan Demokrasi”, Kompas (Jakarta), 20 April 2004.

p. Pengutipan dari Karangan yang tidak diterbitkan
Karangan yang tidak diterbitkan dapat berupa skripsi, tesis, atau disertasi. Cara pengutipannya adalah disebutkan nama pengarang, judul karangan yang ditulis di antara tanda petik rangkap, disebutkan skripsi, tesis, atau disertasi, kurung buka, nama tempat penyimpanan dokumentasi, titik dua, tahun penulisan, kurung tutup, halaman, dan keterangan tidak diterbitkan disingkat dengan t.d.
Contoh:
 Neneng Murtafiah, “Prestasi Kognitif Siswa pada Bidang Studi Pendidikan Agama Islam Hubungannya dengan Akhlak Mereka di Sekolah”, Skripsi Sarjana Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Perpustakaan IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2001), h. 20. t.d.

q. Pengutipan hasil dari Wawancara
Disebutkan wawancara dengan siapa, identitasnya, tempat, bentuk wawancara, dan tanggal wawancara.
Contoh:
 Drs. H. Amal Basyari, Ketua STAI Haji Agus Salim Bekasi, Wawancara Pribadi, Bekasi, 3 April 2005.

r. Pengutipan dari Ensiklopedi
Disebutkan nama editornya yang disingkat dengan (ed.), nama entrinya dituliskan dengan tanda petik rangkap, nama ensiklopedi dengan huruf italic, nama kota, tahun penerbitan dam nomor halaman.
Contoh:
¹ Syed Husen M. Jefri (ed.), “Syi’ah”, The Oxford Encyclopaedia of the Modern Islamic World, (New York: Oxford University Press, 1995), vol. II, h. 3.

I. Daftar Pustaka
a. Daftar pustaka atau bibliografi disusun mulai dengan nama pengarang dan diurutkan mengikuti urutan abjad. Dengan nama pengarang adalah nama badan, lembaga, panitia dan sebagainya, yang menyusun karang itu. Kalau tidak ada nama pengarang, maka yang diambil adalah kata pertama dalam judul itu.
b. Kalau ada dua karang atau lebih yang berasal dari seorang pengarang, nama pengarang cukup dicantumkan satu kali, lainnya cukup diganti dengan garis sepanjang tujuh indentasi (ketukan) dari garis margin.
c. Bentuk keterangan dalam daftar pustaka hampir sama dengan keterangan dalam catatan kaki.
d. Nama pengarang diketik mulai dari garis margin kiri, sedang baris kedua dan seterus diketik setelah empat indentasi (ketukan) dari garis margin dengan satu spasi.
e. Gelar kebangsawanan dan akademik dicantumkan di belakang nama.
f. Nama buku menggunakan kapitalisasi, dan urutan selanjutnya sama dengan catatan kaki namun tidak menggunakan tanda kurung.
g. Daftar pustaka tidak menggunakan nomor urut (lihat lampiran 9).

J. Penulisan Istilah-istilah Keislaman

Untuk memudahkan cara penulisan ilmiah dalam istilah-istilah keislaman, Sekolah Tinggi Agama Islam Haji Agus Salim terutama mengacu kaidah standar baku bahasa Indonesia. Namun demikian, ada perbedaan yang menonjol dan menjadi kaidah yang dikhususkan (khas) STAI Haji Agus Salim.

I. Pedoman Transliterasi
 = a  = th
 = b  = zh
 = t  = ‘
• = ts  = gh
 = j  = f
 = h  = q
 = kh  = k
 = d  = l
 = dz  = m
 = r  = n
 = z  = w
 = s  = h
 = sy  = ’
 = sh  = y
 = dl

î : i panjang contoh: al-‘adîl
â : a panjang contoh: al-amânah
û : u panjang contoh: al-sujûd

II. Istilah-Istilah Keislaman

a. Surat-surat Al-Quran
No Surat Nama Surat No Surat Nama Surat
1. Al-Fâtihah 58. Al-Mujâdilah
2. Al-Baqarah 59. Al-Hasyr
3. ‘Âli ‘Imrân 60. Al-Mumtahanah
4. Al-Nisâ’ 61. Al-Shaff
5. Al-Mâ’idah 62. Al-Jumu‘ah
6. Al-An‘âm 63. Al-Munâfiqûn
7. Al-A‘râf 64. Al-Taghâbûn
8. Al-Anfâl 65. Al-Thalâq
9. Al-Taubah/Al-Barâ’ah 66. Al-Tahrîm
10. Yûnus 67. Al-Mulk
11. Hûd 68. Al-Qalam
12. Yûsuf 69. Al-Haqqah
13. Al-Ra‘d 70. Al-Ma‘ârij
14. Ibrâhîm 71. Nûh
15. Al-Hijr 72. AL-Jinn
16. Al-Nahl 73. Al-Muzzammil
17. Al-Isrâ’ 74. Al-Muddatstsir
18. Al-Kahfi 75. Al-Qiyâmah
19. Maryam 76. Al-Insân/Al-Dahr
20. Thâ Hâ 77. Al-Mursalât
21. Al-Anbiyâ’ 78. Al-Nabâ’
22. Al-Hajj 79. Al-Nâzi‘ât
23. Al-Mu’minûn 80. ‘Abasa
24. Al-Nûr 81. Al-Takwîr
25. Al-Furqân 82. Al-Infithâr
26. Al-Syu‘arâ’ 83. Al-Muthaffifîn
27. Al-Naml 84. Al-Insyiqâq
28. Al-Qashash 85. Al-Burûj
29. Al-‘Ankabût 86. Al-Thâriq
30. Al-Rûm 87. Al-A‘lâ
31. Luqmân 88. Al-Ghâsyiyah
32. Al-Sajdah 89. Al-Fajr
33. Al-Ahzâb 90. Al-Balad
34. Saba’ 91. Al-Syams
35. Fâthir 92. Al-Lail
36. Yâ Sîn 93. Al-Dluhâ
37. Al-Shâffât 94. Al-Insyirâh/Alam Nasyrah
38. Shâd 95. Al-Thîn
39. Al-Zumar 96. Al-‘Alaq
40. Al-Mu’min 97. Al-Qadr
41. Fushshilat 98. Al-Bayyinah
42. Al-Syûra 99. Al-Zalzalah
43. Al-Zukhruf 100. Al-‘Âdiyât
44. Al-Dukhân 101. Al-Qâri‘ah
45. Al-Jâtsiyah 102. Al-Takâtsur
46. Al-Ahqâf 103. Al-‘Ashr
47. Muhammad 104. Al-Humazah
48. Al-Fath 105. Al-Fîl
49. Al-Hujurât 106. Al-Quraisy
50. Qâf 107. Al-Mâ‘ûn
51. Al-Dzâriyât 108. Al-Kautsar
52. Al-Thûr 109. AL-Kâfirûn
53. Al-Najm 110. Al-Nashr
54. Al-Qamar 111. Al-Lahab
55. Al-Rahmân 112. Al-Ikhlâsh
56. Al-Wâqi‘ah 113. Al-Falaq
57. Al-Hadîd 114. Al-Nâs

b. Nama-nama Shalat
1. Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, Isya, Jumat.
2. Istisqa, Dluhâ, Istikharah, ‘Id, kusuf (gerhana matahari), khusuf (gerhana bulan).

c. Nama Bulan Qomariah
1. Muharram
2. Shafar
3. Rabi’ Al-Awwal
4. Rabi’ Al-Tsani
5. Jumada Al-Ula
6. Jumada Al-Tsaniyah
7. Rajab
8. Sya‘ban
9. Ramadlan
10. Syawwal
11. Dzulqa‘dah
12. Dzulhijjah

d. Nama-nama Nabi
1. Adam 14. Syu‘aib
2. Idris 15. Yunus
3. Nuh 16. Musa
4. Hud 17. Harun
5. Shaleh 18. Daud
6. Ibrahim 19. Sulaiman
7. Luth 20. Ilyas
8. Isma‘il 21. Alyasa’
9. Ishaq 22. Zakariya
10. Ya‘qub 23. Yahya
11. Yusuf 24. Isa
12. Ayyub 25. Muhammad
13. Dzulkifli

e. Nama-nama Malaikat
1. Jibril 6. Malik
2. Mikail 7. Munkar
3. Israfil 8. Nakir
4. ‘Izrail 9. Raqib
5. Ridhwan 10. ‘Atid

III. Istilah Ilmiah Keislaman
akidah (atau ‘aqîdah)
Al-Quran (bukan Al-Qur’an)
amar ma’ruf nahi mungkar
a.s. (‘alayhi al-salâm)
Assalamu‘alaikum wr. wb.
azan (bukan adzan)
Azza wa Jalla (atau ‘Azza wa Jalla)
bid’ah
Bismillahirrahmanirrahim
fikih (atau fiqh)
Fir‘aun
hadis (bukan hadis)
iddah (bukan idah)
Ilahi (atau Ilâhî Rabbî)
innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn
insya Allah (atau insyâ Allâh)
jamaah (bukan jemaah atau jama’ah)
Ka’bah
khutbah (bukan khotbah)
Madinah
Makkah
Muslim
Neraka Jahanam
r.a. (radliyallâh ‘anhu)
ridla
ruku’
sahih (bukan shahih atau saheh)
Saw. (bukan saw. atau s.a.w.)
shalat (bukan salat)
shalawat
Sunnah (untuk Nabi)
sunnah (untuk rukun)
Swt. (bukan SWT)
syahadat
Syariat (bukan syari’at)
tasawuf (bukan tasauf)
tauhid (atau tauhîd)
teologi
umat
ustad
wudlu

IV. Cara Penulisan Al-Quran dan Hadis

A. Al-Quran
1. Italic atau cetak miring.
2. Tidak menggunakan tanda kutip, kecuali aslinya memang bentuk tanya-jawab.
3. Titik di akhir tanda kurung
Contoh:
Ya Tuhanku, berilah keputusan dengan adil (QS Al-Anbiyâ’ [21]: 112)
4. Setiap kutipan terjemahan Al-Quran diakhiri dengan keterangan surat tersebut. Ditulis dalam tanda kurung, terdiri dari QS (singkatan Al-Quran), nama surat, no surat dalam [ ], titik dua ( : ) dan ayat. Contoh: QS Al-Baqarah [2]: 120.

B. Hadis
1. Italic atau cetak miring
2. Menggunakan tanda petik
3. Titik di belakang tanda kutip.
Contoh:
“Carilah ilmu di negeri Cina”.
4. Penulisan hadis riwayat (HR Muslim)

V. Partikel al-
Penulisan partikel al- disesuaikan dengan konteks; apabila berkenaan dengan nama, kota, judul buku dan sifat Allah maka ditulis dengan besar (kapital). Namun kalau bersifat umum dan istilah kata-kata bahasa Arab maka ditulis kecil.
Contoh:
Al- besar : Al-Quran, Al-Farabi, Al-Syâfi‘î, Al-Bukhârî, Al-Rahmân
al- kecil : al-falâh, al-siyâsah, al-amânah

Lampiran 1

Contoh Daftar Isi Penelitian Kuantitatif
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN iii
MOTTO iv
PERSEMBAHAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR TABEL (kalau ada) vii
DAFTAR ILUSTRASI (kalau ada) viii
ABSTRAKSI ix
PEDOMAN TRANSLITERASI x
DAFTAR ISI xi

BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Langkah-langkah Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
2. Sumber data
3. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
4. Instrumen/alat pengumpulan data.
5. Teknik Analisis Data
6. Hipotesis Statistik
E. Sistematika Pembahasan

BAB II. TINJAUAN TEORITIK
A. Tinjauan Teori
B. Pertanyaan Penelitian
C. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Penelitian

BAB III. HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
B. Pengujian Hipotesis
C. Interpretasi Hasil Penelitian
D. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Saran-saran

Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran
Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2
Contoh Daftar Isi Penelitian Kualitatif

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN iii
MOTTO iv
PERSEMBAHAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR TABEL (kalau ada) vii
DAFTAR ILUSTRASI (kalau ada) viii
ABSTRAKSI ix
PEDOMAN TRANSLITERASI x
DAFTAR ISI xi

BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Langkah-langkah Penelitian
2. Tempat dan Waktu Penelitian
3. Sumber data
4. Alat Pengumpul Data
5. Teknik Analisis Data
E. Sistematika Pembahasan

BAB II. TINJAUAN TEORITIK
A. Tinjauan Teori
B. Pertanyaan Penelitian
C. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Penelitian

BAB III. HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Latar dan Kehadiran Peneliti
B. Temuan Data dan Keabsahan Temuan
C. Analisis Data

BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Saran-saran

Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran
Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 3

Contoh HALAMAN SAMPUL DAN HALAMAN JUDUL

Halaman sampul dan halaman judul secara berurutan memuat (1) tulisan “Judul Skripsi”, (2) Skripsi “diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan agama Agama Islam”, (3) Logo perguruan tinggi, (4) Nama penulis lengkap dengan nomor induk mahasiswa, (6) Nama Jurusan dan Perguruan Tinggi, (7) Kota dan (8) Tahun Hijriah dan Masehi, seperti contoh berikut



Judul Skripsi


S K R I P S I
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan agama Agama Islam








Oleh:
Dede Iswadi
No. Induk 200477

Jurusan Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Haji Agus Salim
Cikarang Bekasi
1426/2005




Lampiran 4

Contoh HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Bekasi, 20 April 2005

Hal. : Skripsi Dede Iswadi
Lamp. : 6 (enam) eks. skripsi

Kepada Yang Terhormat,
Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Haji Agus Salim
Di –
Tempat

Assalamu‘alaikum wr. wb.

Kami selaku pembimbing skripsi saudara:
Nama : Dede Iswadi
No. Induk : 200477
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Linguistika Al-Quran: Analisa Bahasa Al-Quran Muhammad Arkoun

Setelah meneliti dan memeriksa serta memberikan perbaikan seperlunya, dengan ini kami ajukan skripsi tersebut kepada Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Haji Agus Salim untuk dimunaqasyahkan.

Demikian besar harapan kami agar dapat menjadi maklum dan kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu‘alaikum wr. wb.

Pembimbing I Pembimbing II



Drs. H. Amal Basyari, M. Pd. I . Drs. H. Darip Priana, M. Pd. I.


Lampiran 5

Contoh HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul LINGUISTIKA AL-QURAN: ANALISA BAHASA AL-QURAN MUHAMMAD ARKOUN telah diajukan dalam sidang munaqasyah jurusan Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Haji Agus Salim Cikarang Bekasi pada tanggal 30 April 2005 dengan nilai cum laude/A. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada jurusan pendidikan Agama Islam.

Bekasi, 30 April 2005

SIDANG MUNAQASYAH

Ketua Sidang Sekretaris Sidang



Drs. H. Badru Tamam, M. Pd. I Drs. H. Shobirin, M. Pd. I.


Pembimbing I Pembimbing II



Drs. H. Amal Basyari, M. Pd. I. Drs. H. Darip Priana, M. Pd. I.


Penguji I Penguji II



Drs. H. Ilin Nuryadin, M. Pd. I. Drs. Karyoto, WS., M. Pd. I.

Lampiran 6

Contoh ABSTRAKSI

Judul: Prestasi Kognitif Siswa Pada Bidang Studi Pendidikan Agama Islam Hubungannya Dengan Akhlak Mereka di Sekolah (Penelitian di Kelas I SMUN 6 Bandung)

Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan yang sarat dengan nilai-nilai moral, supranatural dan lebih mengutamakan dimensi aplikatif di samping teoritis. Tujuannya adalah menghasilkan lulusan yang bukan saja hanya sekedar pintar secara intelektual, namun lebih dari itu harus dapat membentuk kepribadian yang berbudi pekerti atau berakhlak yang baik (al-akhlâq al-karîmah). Kenyataan di SMUN 6 Bandung menunjukan terjadinya anomali antara pengetahuan siswa yang baik dalam bidang studi Pendidikan Agama Islam dengan akhlak mereka yang kurang baik di sekolah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami realitas prestasi kognitif siswa pada bidang studi pendidikan agama Islam, dan akhlak mereka di sekolah serta untuk mengetahui realitas hubungan antara keduanya.
Penelitian ini bertolak dari sebuah pemikiran bahwa ranah kognitif merupakan ranah yang sangat penting bagi siswa untuk dapat memahami dan meyakini faedah-faedah materi agama yang nantinya dapat mempengaruhi benarnya pengamalan mereka terhadap ajaran Islam, salah satunya adalah akhlak. Adapun hipotesis yang diajukan adalah semakin tinggi prestasi kognitif seorang siswa pada pendidikan agama Islam, maka akan semakin baik akhlak mereka di sekolah, begitu pula sebaiknya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sedangkan teknik pengumpulan datanya dengan menggunakan observasi, wawancara, angket, tes dan studi kepustakaan. Adapun analisis datanya menggunakan pendekatan atau analisis statistik.
Hasil penghitungan data menunjukan bahwa realitas prestasi kognitif siswa pada bidang studi Pendidikan Agama Islam menunjukan kualifikasi baik, dengan rata-rata sebesar 74,08. Sedangkan realitas akhlak mereka di sekolah menunjukan derajat cukup, dengan nilai rata-rata sebesar 3,2. Hubungan antara kedua variabel tersebut adalah signifikan karena “t” hitung lebih besar dari “t” tabel, yakni 8,06>1,68. Kemudian korelasi di antara keduanya menunjukan korelasi tinggi dengan nilai harga koefisien korelasi sebesar 0,73 berada pada rentang 0,60-0,80. Derajat pengaruh dari variabel X terhadap variabel Y adalah sebesar 31%. Ini berarti masih terdapat 69% lagi faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi akhlak siswa di sekolah.


Lampiran 7

Contoh DAFTAR TABEL

1. Pendapat orang tua tentang minat para siswa untuk belajar agama 20
2. Yang memberi pengaruh terhadap sikap mental yang baik bagi para siswa
siswa 43
3. Yang memberi pengaruh terhadap sikap para siswa dalam segala perbuatan 56
4. Pengaruh utama siswa untuk suka menolong orang lain 61
5. Pengaruh utama siswa untuk giat belajar 66
6. Yang mempengaruhi sikap hormat siswa kepada orang tua dan guru 69
7. Pengaruh utama siswa untuk giat melakukan shalat 70
8. Yang mempengaruhi siswa untuk meninggalkan perbuatan yang kurang baik 72

Lampiran 8

Contoh DAFTAR ILUSTRASI

1. Peta Lokasi Madrasah Aliyah Negeri Cikarang 12
2. Grafik jumlah siswa dari tahun 1995-2005 25
3. Grafik siswa yang lulus ujian negara dari tahun 1995-2005 33
4. Peta korelasi belajar siswa antara matematika dan fisika 41
5. Peta korelasi belajar siswa antara pendidikan agama Islam dan Akhlak 52
6. Peta korelasi hasil belajar antara menghafap dan menghitung 69

Lampiran 9
Contoh DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Ali, Merawat Cinta Kasih, Jakarta: Pustaka Antara, 1977, cet. 1.
Amin, Ahmad, Fajr al-Islâm, Al-Qahirah: Maktabah al-Nahdlah al-Mishriyyah, 1965.
Esack, Farid, Qur’an, Liberation, and Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity Againts Oppression, England: Oneworld, 1997.
Hamka, Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1952, cet. 1.
Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa Agama Sebuah Kajian Hermeneutik, Jakarta: Paramadina, 1997.
Hendrik Meuleman, Johan (ed.), Tradisi, Kemodernan, dan Metamodernisme: Memperbincangkan Pemikiran Mohammed Arkoun, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1994
Iswadi, Dede, “Politisi ala Fir’aun”, Forum, vol. XXVIII, 20, Maret, 2003.
__________, (peny.), Hermeneutika Al-Quran Nasr Hamid Abu Zaid, Jakarta: Korpus, 2002.
Mihkhail, Hanna, Politic and Revelation, Edinburg: Edinburg University Press Ltd., 1995.
Muzani, Saeful, “Quick Count dan Demokrasi”, Kompas (Jakarta), 20 April 2004.
Nasution, Harun, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1995, cet. ke-2.
_____________, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1973, cet. Ke-3, jil. 1.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jakarta: Andi Offset, 1982.












BUKU
Panduan Penulisan Skripsi



















Sekolah Tinggi Agama Islam
Haji Agus Salim
Cikarang Bekasi

Daftar Isi

BAB I PENYUSUNAN SKRIPSI
A. Pengertian Skripsi 1
B. Sistematika Penulisan Skripsi 1
1. Rincian dan Urutan Isi 1
2. Cara Penyajian 1
C. Metode Penelitian 4
1. Metode Kuantitatif 4
2. Metode Kualitatif 7

BAB II KETENTUAN MAHASISWA, DOSEN PEMBIMBING
DAN SEMINAR PROPOSAL
A. Persyaratan Akademis Mahasiswa 11
B. Persyaratan Dosen Pembimbing 11
C. Jumlah Pembimbing 11
D. Tugas Dosen Pembimbing 11
E. Status Dosen Pembimbing 11
F. Kewajiban Pembimbing 12
G. Seminar Proposal 12

BAB III TEKNIS PENULISAN SKRIPSI
A. Penggunaan Bahasa 13
B. Jenis dan Ukuran Kertas 13
C. Teknik Pengetikan 13
D. Bentuk Tulisan Judul 13
E. Kutipan Langsung 14
F. Kalimat Elips 14
G. Singkatan dan Akronim 15
H. Catatan Kaki (footnote) 16
I. Daftar Pustaka 19
J. Penulisan Istilah-istilah keislaman 20

Lampiran-lampiran
Lampiran 1: Contoh Daftar Isi Penelitian Kuantitatif
Lampiran 2: Contoh Daftar Isi Penelitian Kualitatif
Lampiran 3: Contoh Halaman SAMPUL DAN HALAMAN JUDUL
Lampiran 4: Contoh HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING
Lampiran 5: Contoh HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Lampiran 6: Contoh ABSTRAKSI
Lampiran 7: Contoh DAFTAR TABEL
Lampiran 8: Contoh DAFTAR ILUSTRASI
Lampiran 9: Contoh DAFTAR PUSTAKA

di buat oleh :
Dede Iswadi, M.Ag. (Ketua STAI HAS Cikarang) dan
Nasrulloh, S.Ag., M.Hum. (Puket I STAI HAS Cikarang)

WAngi-wangi-KAledupa-TOmia-BInongko

WAKATOBI

Pergi ke kepulauan di tenggara sulawesi ini menjadi impian sejak lama, tapi harus dibayar dengan tidak menghadiri pernikahan teman sejak SMA-ku.

No pain no gain, my friends..

Wakatobi merupakan singkatan dari 4 pulau terbesar yang ada di kabupaten yang baru 2 tahun mengalami pemekaran yaitu, wangi-wangi, kaledupa, tomia dan binongko. Secara keseluruhan kabupaten wakatobi memiliki lebih dari 400 pulau, tapi jangankan yang 396, yang 4 pulau terbesar saja belum tentu bisa ditemukan di dalam peta Indonesia. Awalnya wakatobi di bawah kabupaten buton. Nah kalau pulau buton ini masih terlihat menyempil di sudut kaki kanan bawah pulau sulawesi.



WANGI-WANGI

Beruntung tiba di wangi-wangi, ibukota kabupaten wakatobi dengan menggunakan test flight atau penerbangan uji coba merpati dari bandara sultan hasanudin makasar. Layaknya selebritis dunia, di bawah sana, tepatnya di bandara yang baru saja selesai dan bandara pertama di wangi-wangi (bandara kedua di wakatobi karena bandara udara pertama ada di pulau tomia) ratusan orang sudah menunggu pesawat mendarat. Dan benar saja, baru kali itu saya berasa menjadi seleb karena ditepokin pas turun dari pesawat dan disalamin termasuk sama bupati wakatobi-nya. Eh, masih ada lagi, yaitu syukuran kecil oleh pemuka adat setempat yang ditemani rintik-rintik ujan gerimis. Setelah itu, giliran para pemuka adat, tetua dan beberapa warga wakatobi mencoba naik pesawat keliling sebentar di atas. Pas turun, wajah girang seperti anak kecil mendapat mainan yang diinginkan begitu terlihat. Celotehan dengan dialeg asli wakatobi mengalir dari mulut mereka kepada setiap orang yang bertanya. Inti pertanyaan cuma satu “apa rasanya di atas?” jawaban beragam muncul “aku melihat atap rumah” atau “tegang rasanya seperti burung” atau “aku hampir tidak melihat apa-apa karena takut ketinggian”

Dari bandara wakatobi, kita menuju hotel. Tidak ada macet dan sepanjang jalan pemandangan adalah pantai dengan air biru dan jernih. Istilah saya “clean and clear”. Hampir satu jam, akhirnya tiba di hotel.



Menjelang sore, jalan-jalan ke pasar sentral wakatobi. Disini segala macam jajanan ada. Termasuk menu khas makan malam. Jangan cari nasi kalo ke sini, tapi carilah kasuami. Bentuknya kerucut seperti tumpeng terbuat dari tepung ubi kayu atau singkong yang dipadatkan dan di kukus. Ada juga kasuami yang sudah dikukus lalu di padatkan dengan dipukul hingga pipih sambil diuleni minyak dan bawang goreng. Sejarah kasuami berawal dari mata pencaharian penduduk wakatobi yang rata-rata melaut. Bila membawa nasi, akan cepat basi dan berjamur, sementara kasuami tahan seminggu. Sedangkan kasuami pepe (yang berbentuk pipih dan diminyaki bawang goring) bisa tahan hingga 1 bulan. Rasa? Sama aja kayak singkong atau orang maluku menyebutnya kasbi. Lauk? Ikan cakalang panggang atau yang disayur kuah kuning, tetap nomer satu. Atau ada juga sejenis urap, sayur labu siam, atau campuran daun singkong dan bunga papaya.

Untuk semua itu, jika malas masak bisa beli di pasar. Harga berkisar seribu hingga dua ribu rupiah saja. Dijamin kenyang meski porsi terlihat kecil.

Untuk kue basah, bisa beli kue mangkuk seperti kue apem, kue lapis seperti balapis di manado, atau agar-agar. Harga Rp 500 – Rp 1000.

Tapi kalau mau masak sendiri, ya seperti lazimnya pasar-pasar tradisional di Indonesia pastinya ada yang jual sayur-mayur, ikan, ayam, termasuk tempe tahu. Soal harga, silakan tawar sendiri (kalau bisa ya…hehehe) dan jangan harap beli tomat sekilo, karena biasanya per 5 butir..kenapa? karena kebanyakan sayuran atau buah-buahan diambil dari lahan mereka sendiri. Tak jarang mereka suka tukar menukar barang alias system barter.

Buat yang mencari makanan lain bisa mampir ke warung tenda kaki lima “sari laut” milik mas Joko asli jawa timur (lho?!) bisa pesen pecel lele, pecel ayam, atau ikan laut baker seperti kue, baronang, kerapu.



Karena menjadi ibukota kabupaten, wangi-wangi pun berbenah diri. Yang tampak terlihat adalah wilayah perkantoran kabupaten. Bangunan masih baru. Kadang, bau cat pun masih terasa.



Untuk yang suka snorkeling, ga usah jauh-jauh, karena setiap pantai di sini adalah tempat snorkeling. Saya sempat mencoba di daerah dekat peristirahatan pribadi bupati. Tempatnya tenang. Baru 200 meter dari tepi pantai, kedalaman hampir 5 meter, saya sudah terpesona dengan karang jamur dan karang tebing yang curam serta hewan laut yang menari di sekitar karang.



KALEDUPA

Wilayah daratan wakatobi hanya 3% dari luas wilayah lautannya. Bupati pun pernah berkelakar kalau dirinya adalah bupati ikan, karena lebih banyak jumlah ikan daripada jumlah warga wakatobi.



Jarak kaledupa dari wangi-wangi sekitar 45 menit. Naik boat tentunya. Disini kita lihat kehidupan masyarakat suku bajo. Sebuah suku yang memilih total hidup dengan laut. Mata pencaharian mereka melaut, mulai mencari ikan, tripang, hingga budidaya rumput laut. Tempat tinggal? Mereka akan menyusun karang-karang membentuk fondasi di laut, lalu memancang kayu fondasi untuk rumah panggung mereka. Tapi di perkampungan ini bendera partai banyak terpancang. Televisi, dvd hingga telepon selular sudah ada di setiap rumah. Jangan heran karena mereka begitu terbuka dengan siapa saja. Bahkan ada putra suku bajo yang menikah dengan warga Australia dan menetap di Australia.

Yang harus dicoba saat berkunjung ke suku bajo adalah saat anak yang baru akil balig, sekitar 7 tahun, sudah bisa mengayuh sampan sendiri. Bentuk sampan kecil memanjang seperti kano. Bila tidak biasa bisa oleh dan tercebur ke laut.

Serta jangan heran bila melihat banyak anak-anak kecil yang berlari telanjang bulat tanpa diteriaki orang tuanya karena takut tercebur ke laut.



TOMIA

Dari kaledupa ke tomia hanya 15 menit. Diantara kedua pulau itu ada pulau hoga.

Pulau hoga adalah pulau tempat divers yang punya uang secukupnya. Sering digunakan untuk mahasiswa sedunia melakukan penelitian. Bentuknya pun lebih seperti asrama.

Rumah panggung utama yang besar dengan ruangan luas dan meja serta kursi panjang tertata rapih mirip kantin-kantin di kampus.

Sementara ruangan tidur seperti bungalow, dengan kasur besar berkelambu seperti diperuntukkan mahasiswa dalam kost/flat dgn kamar mandi terbuka.

Di malam hari bersiaplah dengan nyamuk yang rajin mengintai, meski pintu tertutup rapat, tempat tidur berkelambu, jangan lupa lotion anti nyamuk. Karena nyamuk bisa menyusup lewat celah dinding dan lantai kayu.



Mencoba diving di hoga pun tak perlu jauh-jauh. Hanya sekitar 1 mil dari tepi pantai, kedalaman 20 meter bisa melihat lobster, terumbu karang beraneka rupa, ikan nemo/clown fish, hingga rombongan barracuda.



Tak jauh dari hoga, ada tomia. Sebuah pulau yang dikontrak 20 tahun oleh investor inggris dan menjadi resort elite plus bandara udara sendiri yang bisa mengangkut para turis dari denpasar – tomia.

Seperti layaknya resort kelas dunia, semua serba tertata rapih. Mulai dari peralatan diving yang tertata, tempat pengecekan dan pengisian tabung oksigen, hingga bungalow private untuk para tamu.

Harga terakhir dipatok sekitar 20 juta per tamu untuk seminggu.

Disini pun ada spot diving pribadi yang hanya diperuntukkan tamu resort tomia. Soal menjaga lingkungan, tak perlu diragukan lagi dari pemilik resort.



BINONGKO

Pulau paling jauh, terjauh di wakatobi. Bisa ditempuh 4-5 jam jika tiada hambatan ombak atau badai.

Karena waktu tak sempat berkunjung kesini. Tapi tahu ceritanya saja kalau di pulau ini tempat pandai besi terkenal. Bahkan pedang pattimura dibuat disini.

Selasa, 15 Juni 2010

Perubahan dan perkembangan kognitif intelektual

Selain perubahan fisik, juga terdapat perubahan dalam perkembangan kognitif yang dialami oleh remaja. Perubahan ini tidak dapat dilihat dengan jelas, berbeda bagi setiap individu, namun penting bagi individu karena capaian tingkat perkembangan kognitifnya akan mempengaruhi bagaimana ia melihat dirinya, merencanakan masa depannya, dan menganalisis permasalahan yang dihadapi.
Terdapat banyak teori mengenai perkembangan kognitif remaja, termasuk teori perkembangan kognitif sebagaimana yang dikemukakan oleh Piaget, namun secara umum remaja cenderung menggunakan ide-ide abstrak dan berpikir secara abstrak, multidimensional, relatif dan reflektif. Sampai di manakah tepatnya tingkat perkembangan kognitif seorang individu pada masa remaja sulit diramalkan, dan sangat berbeda menurut orang per orang. Perkembangan kognitif seseorang tidak hanya ditentukan dari pertumbuhan dan kemasakan sistem saraf pusat maupun perifir saja, namun juga bagaimana ia memproses informasi, meningkatkan daya ingat dan kapasitas memorinya, dan kedekatannya dengan suatu objek pengetahuan.
Walaupun demikian, tingkat kematangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan dan usaha untuk memperbaiki cara belajar dan mengorganisasi memori. Hal ini juga tidak terlepas dari potensi-potensi yang dimilikinya, termasuk bakat pada pengetahuan tertentu. Suatu hal yang harus diperhatikan pada perkembangan kognitif remaja adalah bukan pada kecepatan berpikir dan banyaknya informasi yang dikuasai yang penting, namun lebih pada bagaimana remaja menggunakan informasi yang dimilikinya untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.

Pengaruh Hukuman Pada Siswa dan Bagaimana Cara Mengatasinya

Ada berbagai pendapat yang berbeda-beda jika kita bicara tentang hukuman. Sebagaimana orang menganggap bahwa memberikan hukuman kepada siswa seolah-olah telah memperkosa hak seorang siswa dan tidak menunjukkan jiwa pendidik. Sedangkan sebagian orang lagi menyetujui hukuman sebagai cara untuk menghentikan tingkah laku yang tidak diinginkan guru. Oleh karena itu sebagai pendidik, kita harus mengerti mengapa perlu atau tidak seorang siswa dihukum, kapan dan untuk tujuan apa?
Di sekolah kita menjumpai adanya masalah dengan adanya pelanggaran- pelanggaran yang dilakukan siswa. Guru mau tidak mau harus menangani masalah-masalah ini. Kita pernah mendengar keluhan guru bahwa siswanya tidak juga berhenti menyontek, berkelahi, padahal sudah seringkali diberikan hukuman. Sementara itu, ada juga guru yang di- salahkan oleh orang tua karena anaknya tidak mau sekolah lagi akibat hukuman yang diberikannya. Di sini kita dapat melihat bahwa guru adalah subyek kedua yang penting dalam menangani perilaku anak sesudah orang tua. Dengan demikian, guru sebagai pendidik hanya diperbolehkan menggunakan hukuman jika efektif untuk mengubah perilaku siswa. Sebuah hukuman disebut efektif bila mempuyai ciri-ciri:

1. Mempunyai tujuan.
Sebuah hukuman akan efektif bila mencapai tujuan mengubah perilaku anak. Jika perilaku siswa yang buruk berulang, berarti tujuan tidak tercapai dan hukuman yang diberikan tidak efektif. Tujuan hukuman bukanlah untuk menyakiti siswa, membalas perbuatan siswa atau melampiaskan kemarahan guru. Maka seharusnya hukuman bukanlah hal yang menakutkan bagi siswa karena tujuannya ingin menolong siswa memperbaiki tingkah lakunya.
2. Hukum segera dan konsisten.
Hukuman akan efektif bila diberikan segera setelah tingkah laku anak terjadi. Sebab jika hukuman terjadi terlalu lama setelah tingkah laku yang tidak dikehen-daki, hukuman tidak akan membawa hasil. Hukuman yang diberikan kepada siswa harus pula konsisten untuk suatu perilaku tertentu, bukan untuk banyak perilaku yang tidak diinginkan guru dan perubahan.
3. Didahului dengan teguran dan nasihat.
Sebelum hukuman diberikan kepada siswa, sebaiknya guru mendahului dengan teguran, nasihat, atau peringatan. Jika di sekolah ada guru Bimbingan dan Konseling, siswa dapat diserahkan kepadanya untuk diberikan konseling dan nasihat. Tetapi bila teguran dan nasihat sudah tidak diperhatikan lagi, maka konsekuensi/hukuman yang sudah ditetapkan oleh peraturan sekolah harus dilaksanakan.
4. Hukuman dan komunikasi.
Hukuman akan efektif bila mengkomunikasikan maksud dari hukuman tersebut. Hukuman yang disertai penjelasan oleh guru yang bersangkutan tidak membuat siswa
sakit hati dan benci kepadanya. Tetapi akan memotivasi siswa untuk mengubah perilakunya. Sebab guru sudah mengajarkan kepada siswa untuk tidak melakukan tingkah laku yang buruk, guru sebaiknya memberikan pujian, perhatian atau penghargaan kepada siswa atas usahanya. Bila penghargaan tidak seimbang dengan hukuman maka seringkali hu- kuman hanya menekan perilaku siswa sementara saja dan siswa tidak mempu-nyai motivasi untuk mengubahnya. Hukuman yang tidak memenuhi ciri-ciri di atas adalah hukuman yang tidak efektif mengubah perilaku siswa.
Hukuman yang tidak efektif memiliki pengaruh pada siswa, yaitu:
1. Menimbulkan kemarahan, sakit hati dan perlawanan.
Pemakaian hukuman mengundang perlawanan siswa karena ia marah, sakit hati dan tidak suka menerima hukuman tersebut. Ada banyak protes di dalam hatinya yang diwujudkan dalam bentuk perlawanan terhadap guru, sehingga guru bisa terpancing untuk lebih berat lagi memberikan hukuman kepada siswa. Padahal ini tidaklah menyelesaikan masalah tetapi menambah kemarahan di dalam diri anak.
2. Mengundang efek pembalasan.
Balas dendam adalah karakteristik anak yang dikendalikan oleh hukuman. Sebagai contoh, seorang siswa yang dihukum skorsing tidak boleh sekolah satu hari, bisa saja ia mengempeskan ban motor guru-nya.
3. Menjadi model tingkah laku agresif.
Hukuman yang diberikan guru kepada siswa hanya menekan perilaku untuk sementara waktu saja, tetapi tidak meng- hilangkannya. Sebab siswa hanya takut kepada subyek pemberi hukuman. Hal ini akan membuat siswa mempunyai perilaku agresif di saat si pemberi hukuman tidak ada. Siswa yang dihukum karena merokok, akan tetap merokok di saat tidak di lihat orang yang memberi hukuman. Atau siswa akan semakin menjadi perokok berat.
4. Memindahkan tanggung jawab pada guru atas perilaku anak.
Pendidik yang bagus akan mendidik siswa untuk bertanggung jawab atas perilakunya sendiri. Tetapi guru yang menghukum siswa, akan memindahkan tanggung jawab atas kelanjutan perilaku siswa kepada guru, yaitu bila perilaku tersebut berlanjut. Oleh karena itu, guru dapat merasa bersalah/berdosa jika perilaku siswa tidak berubah atau semakin menjadi-jadi. Mendidik siswa dengan pola hukuman ternyata mempunyai risiko yang cukup besar. Oleh karena itu pendidikan yang berhasil akan sangat mempertimbangkan apakah suatu hukuman perlu diberikan dan apakah hukuman tersebut dapat dilakukan dengan efektif.
Beberapa cara di bawah ini akan menolong guru mengatasi masalah perilaku siswa di sekolah:
1. Peraturan/tata tertib yang jelas
Peraturan /tata tertib sekolah yang baik tidak hanya memuat hal-hal yang harus dilakukan siswa, tetapi juga tahapan-tahapan konsekuensi yang akan diterima siswa jika melanggarnya. Peraturan /tata tertib sekolah yang jelas akan sangat menolong guru menghadapi para siswa yang mempunyai kebiasaan melakukan pelanggaran.
2. Kekompakan guru
Hanya dengan kekompakan guru dalam memberlakukan peraturan sekolah, perilaku siswa dapat diubah. Jika guru tidak kompak, maka guru-guru yang lemah memberlakukan peraturan dapat menjadi idola bagi siswa yang sering melakukan pelanggaran dan diremehkan siswa-siswa yang hidup disiplinnya tinggi. Guru yang melaksanakan peraturan dengan tegas cenderung tidak disukai siswa-siswa pelanggar peraturan. Kalau guru tidak kompak, siswa akan kurang menghormati peraturan sekolah dan akan semakin ba-nyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan.
3. Teladan guru
Seorang guru yang menghukum siswa karena sering datang terlambat ke se-kolah, tetapi ia sendiri sering datang terlambat, akan menjadi cemoohan para siswa. Seorang guru harus menjadikan dirinya teladan yang baik bagi siswanya. Dengan demikian siswa akan mempu-nyai respon yang baik terhadap peraturan yang berlaku.
"Wahai guru-guru, di tanganmulah Tuhan sudah mempercayakan generasi muda bangsa ini. Sebagai pendidik, hendaklah kita memakai kesempatan ini untuk menjadikan mereka sebagai orang - orang yang cinta Tuhan, cinta kepada bangsa dan negara".

Senin, 14 Juni 2010

PENDEKATAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN PADA PROSES BELAJAR MENGAJAR

PENDAHULUAN

A. Pemanfaatan Teknologi Sebagai Bagian Dari Kurikulum

Dalam mengembangkan kurikulum, salah satu prinsip yang perlu diperhatikan adalah "sesuai dengan kebutuhan". Kurikulum sebagai salah satu komponen dari sistem pendidikan selalu mendapat sorotan masyarakat termasuk pejabat, ilmuwan, kalangan industri, orang tua dan lain-lain yang merasa berkepentingan dengan hasil-hasil pendidikan. Bahkan, Winarno Surakhmad, (2000:2) mensinyalir bahwa kurikulum yang diciptakan untuk "Memecahkan Masalah Tertentu Ternyata Lahir Justru sebagai Masalah". Oleh karenanya, pengembang kurikulum harus dapat menganalisis, mengadakan koreksi terhadap kekurangan-kekurangannya dan mencari alternatif pemecahan masalah yang kreatif, inovatif dan misioner.
Soedijarto (1993:125) mengemukakan bahwa dalam menghadapi abad ke-21 ada tiga indikator utama dari hasil pendidikan yang bermutu dan tercermin dari kemampuan pribadi lulusannya, yaitu : (1) kemampuan untuk bertahan dalam kehidupan, (2) kemampuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan baik dalam segi sosial budaya dalam segi politik dalam segi ekonomi maupun dalam segi fisik biologis, dan (3) kemampuan untuk belajar terus pada pendidikan lanjutan. Sementara itu, Wardiman (1996: 3) menyatakan bahwa pendidikan hendaknya dapat meningkatkan kreativitas, etos kerja dan wawasan keunggulan peserta didik.
Dari dua pendapat tersebut nampaknya terdapat kesamaan misi dan visi yang didasarkan pada kenyataan bahwa dunia nyata yang akan dihadapi oleh para peserta didik penuh dengan persaingan. Oleh karena itu, peserta didik perlu dibekali kemampuan guna mengantisipasinya dan dapat mencari alternatif penyelesaian masalah kehidupan yang dihadapinya.
Salah satu masalah kehidupan yang akan dihadapi para lulusan peserta didik adalah adanya perubahan masa yang akan datang yang belum pasti bentuk dan arahnya. Namun, yang pasti adalah adanya tantangan yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia yang salah satunya berwujud teknologi.
Nana Syaodih S. (1997: 67) menyatakan bahwa sebenarnya sejak dahulu teknologi sudah ada atau manusia sudah menggunakan teknologi. Kalau manusia pada zaman dulu memecahkan kemiri dengan batu atau memetik buah dengan galah, sesungguhnya mereka sudah menggunakan teknologi, yaitu teknologi sederhana.
Terkait dengan teknologi, Anglin mendefinisikan teknologi sebagai penerapan ilmu-ilmu perilaku dan alam serta pengetahuan lain secara bersistem dan menyistem untuk memecahkan masalah. Ahli lain, Kast & Rosenweig menyatakan Teknologi is the art of utilizing scientific knowledge. Sedangkan Iskandar Alisyahbana (1980:1) merumuskan lebih jelas dan lengkap tentang teknologi yakni; “cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat, atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, panca indera, dan otak manusia.”
Perkembangan teknologi terjadi bila seseorang menggunakan alat dan akalnya untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya. Sebagai contoh dapat dikemukakan pendapat pakar teknologi "dunia" terhadap pengembangan teknologi.
Menurut B.J. Habiebie (1983: 14) ada delapan wahana transformasi yang menjadi prioritas pengembangan teknologi, terutama teknologi industri, yaitu :(1) pesawat terbang, (2) maritim dan perkapalan, (3) alat transportasi, (4) elektronika dan komunikasi, (5) energi, (6) rekayasa , (7) alat-alat dan mesin-mesin pertanian, dan (8) pertahanan dan keamanan.
Di berbagai negara dirasakan bahwa pendidikan teknologi perlu diperkenalkan pada peserta didik sejak usia dini. Hal ini amat dibutuhkan, sebab dalam kehidupan di sekitar umat manusia banyak sesuatu hal yang merupakan hasil teknologi. Satchweld & Gugger berpendapat bahwa: (1) teknologi merupakan aplikasi pengetahuan, (2) teknologi merupakan "Application Based" karena merupakan kombinasi dari pengetahuan, pemikiran, dan tindakan, (3) teknologi mengembangkan kemampuan manusia karena dengan teknologi memungkinkan manusia mengadaptasi dan menata dunia fisik yang telah ada, dan (4) teknologi berada dalam ranah sosial dan ranah fisik oleh karenanya dikenal adanya teknologi keras dan teknologi lunak.
Pertanyaannya adalah, teknologi yang mana, teknologi yang bagaimana, dan teknologi untuk siapa yang cocok dan tepat bagi anak seusia SD dan SLTP. Dalam kaitan ini, Soedijarto (2000: 81) membari panduan bahwa materi apapun yang dipelajari oleh siswa ukuran keberhasilannya adalah: (1) melahirkan manusia yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan mutu kehidupan (meningkatkan penghasilan dan daya beli, meningkatkan kesehatan dan berbagai dimensi kehidupan yang menunjukkan kebermutuan kehidupan, dan (2) martabat manusia (memperoleh kehidupan dan pekerjaan yang layak).
Untuk mencari "apa" nya pendidikan teknologi di pendidikan dasar, dapat menggunakan pendekatan keempat model konsep pengembangan kurikulum, yaitu: (1) kurikulum subjek akademis, sebab pada dasarnya teknologi ada sejak manusia itu ada, dan pengetahuan tentang teknologi begitu banyak; (2) kurikulum humanistik, sebab pendidikan teknologi mengajarkan bagaimana setiap individu dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya; (3) kurikulum teknologi, sebab pendidikan teknologi selain peserta didik memiliki kompetensi-kompetensi tertentu melainkan juga dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan pendekatan desain pembelajaran tertentu; (4) kurikulum rekonstruksi sosial, sebab konsep pendidikan teknologi dapat dengan mudah terbentuk pada diri peserta didik melalui aktivitas atau eksperimen (Confrey, 1990: 20). Hal ini dapat dipandang bahwa peran interaksi sosial merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengembangan kurikulum teknologi..
Diperuntukan kepada "siapa" pendidikan teknologi tersebut? Nampaknya teori perkembangan Piaget dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan kurikulum pendidikan teknologi di jenjang pendidikan dasar tersebut. Dalam teori Piaget dinyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik. Menurut teori ini, proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual yang dilalui peserta didik dan dibagi dalam empat tahap, yaitu: (1) tahap sensorimotor, ketika anak berumur 1,5 – 2 tahun, (2) tahap pra-operasional, ketika anak berumur 2/3 – 7/8 tahun, (3) tahap operasional konkrit, ketika anak berumur 7/8 – 12/14 tahun, dan (4) tahap operasional formal, ketika anak berumur 14 tahun ke atas (Dahar, 1989: 149-165).
Selanjutnya, teori ini juga menjelaskan bahwa proses belajar sebenarnya terdiri atas tiga tahap, yaitu: (1) asimilasi, proses penyesuaian pengetahuan baru dengan struktur kognitif seseorang, (2) akomodasi, proses kognitif seseorang dengan pengetahuan yang baru, dan (3) ekuilibrasi, proses penyeimbangan mental setelah terjadi proses asimilasi dan akomodasi.
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana pola pembelajaran pendidikan teknologi dilaksanakan di sekolah?. UNESCO melalui "the International Commission on Education for the Twenty-first Century" yang dipimpin oleh Jacques Delors sebagaimana dikutip Soedijarto (2000: 85) menyatakan bahwa untuk memasuki abad ke-21, pendidikan perlu dimulai dengan empat pilar proses pembelajaran , yaitu : (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Lebih lanjut Soedijarto menyatakan bahwa proses pembelajaran ideal ini dengan sendirinya akan selalu berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan peserta didik dan akan dapat menghasilkan manusia terdidik yang mampu membangun masyarakatnya. Dengan demikian maka peserta didik diharapkan akan merasakan manfaat dari pendidikan.
Dengan adanya suatu lembaga pendidikan yang dirasakan manfaatnya oleh peserta didik maupun masyarakat, maka kiprah dunia pendidikan akan dapat memperoleh dukungan dan peran serta secara aktif dari peserta didik maupun masyarakat itu sendiri.
Dari beberapa pertimbangan yang telah dikemukakan di atas maka dalam menentukan rumusan tujuan pembelajaran dan bahan ajar, pendidikan teknologi mangacu atas hal-hal sebagai berikut :

PEMBAHASAN

Perencanaan Pengajaran
Perencanaan pengajaran berarti pemikiran tentang penetrapan prinsip-prinsip umum mengajar didalam pelaksanaan tugas mengajar dalam suatu interaksi pengajaran tertentu yang khusus baik yang berlangsung di dalam kelas ataupun diluar kelas.
Perencanaan pengajaran mempunyai beberapa faktor yang mendukung tujuan pembelajaran tercapai misal :

Persiapan sebelum mengajar
Situasi ruangan dan letak sekolah dari jangkauan kendaraan umum
Tingkat intelegensi siswa
Materi pelajaran yang akan disampaikan
Tujuan perencanaan :
1. Karena adanya perencanaan maka pelaksanaan pengajaran menjadi baik dan efektif.
Yang dimaksud adalah maka seorang guru bisa memberikan materi pelajaran dengan baik karena ia harus dapat menghadapi situasi di dalam kelas secara mantap, tegas dan fleksibel.
2. Karena perencanaan maka seseorang akan tumbuh menjadi seseorang guru yang baik.
Yang di maksud adalah guru membuat persiapan yang baik dan adanya pertumbuhan berkat pengalaman dan akibat dari hasil belajar yang terus menerus.

Untuk mencapai hasil belajar yang efektif guna dijadikan pedoman dalam setiap membuat perencanaan berikut aspek-aspek persiapan yang harus dilakukan :
a. Persiapan terhadap situasi
Hal ini mancakup; tempat, suasana ruangan kelas, dan lain-lain. Dan situasi umum harus dimiliki sebelum saudara mengajar di dalam kelas tersebut dengan pengetahuan saudara dapat membuat ancang- ancang terhadap variabel faktor masalah dan menghadapi situasi kelas.

b. Persiapan terhadap siswa yang akan dihadapi,
Tujuannya adalah; untuk mengetahui keadaan siswa tersebut atau dengan kata lain guru harus membuat gambaran yang jelas mengenai keadaan siswa yang akan dihadapi selain dari pada faktor intern siswa, seorang guru harus mengetahui taraf kematangan dan pengetahuan serta khusus dari pada siswa tsb.

c. Persiapan dalam tujuan umum pembelajaran
Termasuk didalamnya tujuan instruksional; apa yang akan dicapai oleh para siswa harus dimiliki seorang guru mencakup diantaranya; pengetahuan, kecakapan, keterampilan atau sikap tertentu yang konkrit yang bisa di ukur dengan alat-alat evaluasi.

d. Persiapan tentang bahan pelajaran yang akan diajarkan
Dengan adanya pengetahuan yang akan dihadapkan kepada siswa, si guru memiliki persiapan yang akan di sampaikan kepada siswa yang harus terdapat batas-batas, luas dan urutan-urutan pengajaran perlu di persiapkan. Diantaranya :
a. metode ceramah
b. metode tanya jawab atau diskusi

e. Persiapan dalam penggunaan alat-alat peraga
Misal : kapur dan papan tulis, pengahapus paling sedikit di gunakan tetapi dalam belajar pembelajaran di pergunakan alat pembantu adalah media yang mempertinggi komunikasi pada saat proses belajar berlangsung.
f. Persiapan dalam jenis teknik evaluasi
Tujuan evaluasi : sampai sejauhmana daya serap terhadap produk bahasan yang diterapkan
Jenis alat evaluasi yang digunakan meliputi: Bentuk test apakah test tertulis maupun test lisan.
Jenis- jenis perencanaan
1. Menurut Besaran : a. Perencanaan Makro
b. Perencanaan Meso
c. Perencanaan Mikro
2. Menurut Telaahnya : a. Perencanaan Strategi
b. Perencanaan Manajerial
c. Perencanaan Operasional
3. Menurut Jangka Waktunya : a. Perencanaan Jangka Panjang
b. Perencanaan Jangka Menengah
c. Perencanaan Jangka Pendek
Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Pembelajaran Terbagi atas dua bagian :
a. Tujuan Pembelajaran Umum
b. Tujuan Pembelajaran khusus
Kriteria : 1. Harus menggunakan istilah- istilah yang operasional, Seperti : menuliskan, menyebutkan, menghitung, membedakan, dan sebagainya.

2. Harus dalam bentuk hasil belajar
Adalah Menggambarkan hasil belajar yang diharapkan pada diri siswa setelah ia menempuh segala KBM atau dengan kata lain hasil apa yang sudah diperoleh setelah ia mempelajari suatu pokok bahasan.

3. Harus berbentuk tingkah laku dari para siswa
Artinya Setelah siswa mempelajari pokok bahasan tsb adanya perubahan pengetahuan tentang materi pelajaran.
4. Hanya meliputi satu jenis tingkah laku
Adalah Kemampuan yang dimiliki oleh siswa cukup hanya terbatas saja.

II. Mengembangkan Evaluasi
Yang harus dilakukan dalam mengembangkan evaluasi;
Perlu ditentukan jenis- jenis test yang harus di buat diantaranya :
• Mengembangkan alat evaluasi
• Perencanaan Disain Instruksional
Penyusun Perencanaan Disain Instruksional di dilakukan untuk menjawab pertanyaan :
• Apa yang menjadi tujuan pembelajaran
• Bagaimana prosedur dan sumber- sumber belajar yang tepat untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan.
• Bagaimana kita mengetahui bahwa hasil belajar yang dihasilkan telah tercapai.

Faktor- faktor yang harus diperhatikan seorang guru dalam media pengajaran :
a. Relevansi pengadaan media pendidikan
b. Kelayakan pengadaan media pendidikan
c. Kemudahan pengadaan media pendidikan
Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang guru dalam menggunakan media pendidikan :
a. Apakah guru tersebut memahami manfaat media pengajaran
b. Guru harus terampil dalam menyediakan media pendidikan.
Media pendidikan di gunakan jika :
a. Bahan pengajaran yang dijelaskan guru kurang di pahami siswa
b. Guru tidak bergairah untuk menjelaskan bahan pelajaran melalui penuturan kata- kata verbal
c. Perhatian siswa terhadap pengajaran sudah berkurang akibat kebosanan mendengar uraian guru.

Manfaat media pendidikan bagi pengajaran siswa :
Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga lebih jelas dipahami siswa sehingga memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik.
• Metode mengajar akan lebih bervariasi
• Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar
• Motivasi belajar dari para siswa dapat ditumbuhkan / dinaikkan
• Dapat mengatasi sifat pasif dari para siswa

Kesulitan- kesulitan dalam media pengajaran :
• Biaya pengadaan
• Pengalaman seorang guru dalam menggunakan media pengajaran tersebut.
• Perencanaan Evaluasi Pengajaran
Perencanaan Evaluasi Belajar adalah Penilaian terhadap pertumbuhan dan kemajuan peserta didik kearah tujuan- tujuan yang telah ditetapkan untuk mengetahui sampai dimana daya serap siswa setelah mengikuti pelajaran tersebut, dengan dasar :
• Azas Objektivitas, adalah suatu penilaian di katakan objektif apabila keadaan tepat menggambar keadaan yang sebenarnya.
• Azas menyeluruh, apabila penilaian yang digunakan mencakup proses maupun hasil belajar serta menggambarkan perubahan tingkah laku tidak sengaja saja dalam ranah kognitif tetapi termasuk pula ranah efektif dalam psikomotor.
• Berkesinambungan, adalah pelaksanaan penilaian dilakukan secara terus menerus berencana dan bertahap.
Langkah- langkah penilaian evaluasi
Penilaian berlaku untuk untuk tujuan harian, ujian umum semester dimana terlebih dahulu harus menyusun kisi-kisi soal; adalah menggambarkan lingkup bahan pengajaran dan jenjang prilaku yang diukur yaitu pengetahuan, sikap, keterampilan.

Pelaksanaan penilaian
Harus berkesinambungan maksudnya adalah penialaian yang dilakukan secara berencana, terus menerus dan bertahap untuk memperoleh gambaran tentang perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil KBM (kurikuluk Belajar Mengajar)
Segi Penilaian yang dapat dilakukan dalam Evaluasi dilakukan dengan 2 cara yaitu :
• Dengan cara kuantitatif
• Dengan cara kualitatif
Standart penilaian
Sejalan dengan prinsip belajar tuntas penilaian di gunakan dengan standart mutlak atau penilaian acuan kriteria artinya tidak ada pilih kasih. Dengan isi uraian objektif dan non objektif

Tujuan pembelajaran khusus
Merupakan rumusan tingkah laku yang akan diukur melalui butir-butir soal. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dalam menjabarkan TPU menjadi TPK:
Pokok bahasan yang menunjang pencapaian tujuan pembelajaran umum
Tingkat perkembangan/ umur dari para siswa pada jenjang pendidikan yang bersangkutan
Beberapa catatan dalam membuat TPK :
Setiap rumusan TPK selalu mengandung aspek prilaku dan aspek isi
Agar bersifat operasional sehingga mudah di jadikan patokan dalam penyusunanbutir- butir soal dengan kata lain kata- kata kerja yang digunakan untuk aspek prilaku dalam tujuan pembelajaran khusus haruslah operasional , seperti ; menulis, menyebutkan, menghitung, merumuskan, memilih, dsg.

Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar
menyusun program KBM
Melaksanakan KBM
Melaksanakan kegiatan penilaian
Penyusunan program pengajaran ada 3 komponen yang harus diperhatikan :
1. Penguasaan materi
2. Analisis materi pelajaran
3. Penyusunan persiapan mengajar
Lingkup materi
1. Materi untuk siswa
2. Materi untuk guru
4 Usaha yang harus dilakukan seorang guru :
1. Musyawarah guru mata pelajaran
2. Melalui sumaber yang relevan
3. Melalui ahli yang tersedia
4. Melalui pendidikan khusus
Fungsi kegiatan pendalaman materi ;
1. Meningkatkan kepercayaan diri akan kemampuan professional sehingga tidak ragu lagi dalam mengelola proses belajar mengajar.
2. Memperdalam diri dan memperluas wawasan atas konsepsi tujuan akademis dan aplikasinya sehingga dapat di manfaatkan untuk melaksanakan analisis materi pelajaran.
Fungsi analisis materi pelajaran
Sebagai acuan untuk menyusun program tahunan, program semesteran, dan program satuan pelajaran.

Sasaran analisis materi pelajaran:

1. Terjabarkan pokok bahasan dan sub pokok bahasan
2. Terpilihnya metode yang efektif dan efisien
3. Terpilihnya sarana pembelajaran yang paling cocok
























DAFTAR PUSTAKA

Alisyahbana, Iskandar. 1980. Teknologi dan Perkembangan, Jakarta : Yayasan Idayu.
Anglin, Gary J. 1991. Instructional Technology: Past, Present and Future, Englewood : Libraries Unlimited.
Confrey, J. 1991. Educational Research. "Steering a Course Between by Gotsley and Piaget, 8 : November.
Djojonegoro, Wardiman. 1996. Tenaga Kependidikan yang Bermutu dan Relevan Dengan Pembangunan Masyarakat Industri dan Perdagangan Bebas, Sambutan Mendikbud pada Rekernas ISPI, Jakarta : 17 Mei.
Dewantara, Ki Hajar. 1946. Karya Ki Hajar Dewantara. Bagian I : Pendidikan Nasional, Yogyakarta : Majelis Persatuan Taman Siswa.
Dahar, Ratna Willis. 1989. Teori-toeri Belajar, Jakarta : Penerbit Erlangga.
Glass, G.V. 1971. "Two Generations of Evaluation Models", in Reading in Curriculum Evaluation, Edited by F.A. Taylor and D.M. Cowley, Dubucue, Iowa: W.M.C Brown Company Publishers.
Habiebie, B.J. 1983. Beberapa Pemikiran Tentang Strategi Tranformasi Industri suatu Negara Sedang Berkembang, Jakarta : Kantor Menteri Negara Riset & Teknologi.
Kast, Fremont E. & Resenweig, James E., 1962, Science Technology and Management, New York : Mc. Grill Book.
Munandar. MS.U. 1987. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Jakarta: PT. Gramedia.
Marpaung, Y. 2000. Peningkatan Penguasaan Matematika pada Jenjang SD, SLTP, dan SMU. Makalah di sampaikan pada seminar Orientasi Kurikulum, Bogor: Balitbang Diknas, 19 Maret.
Pilot Project BTE. 1998. BTE Curriculum Indonesia. (Terjemahan), Bandung: Educaplan, PPPGT Bandung.
Print. M. 1993. Curriculum Development and Design, St. Lionard: Allen & Unwim Pty, Ltd.
Satch Well, R.E and Gugger, W.E. Jr, Journal at Technology Education "A United Vision : Technology For all American" 7. 2
Soedijarto. 2000. Pendidikan Nasional sebagai Wahana Mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun Peradaban Negara dan bangsa, Jakarta: Cinaps.
Soedijarto. 1993. Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
Surakhmad, Winarno. 2000. makalah: Mencari Paradigma Kurikulum Masa Depan, disampaikan pada seminar Orientasi, Kurikulum, Bogor: Pusat Kurikulum 27 Maret-29 Maret.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Undang-undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003
Yusuf, Munawir. 1997. Mengenal Siswa Berkesulitan Belajar, Jakarta: Pusbangkurrandik.

BIOGRAFI EDWIN RAY GUTHRIE

Edwin Ray Guthrie adalah putra pertama dari lima bersaudara yang lahir dari keluarga berkecukupan, karena Ibunya seorang Guru dan Ayahnya seorang Wiraswastawan. Beliau dilahirkan di Lincoln, Nebraska pada 9 Januari 1886. setelah lulus dari sekolah menengah kemudian Guthrie berpindah ke Universitas Nebraska dan lulus dengan Ijazah Matematika kemudian mengajar matematika di beberapa sekolah menengah sambil, memperdalam filsafat di Universitas Pennsylvania dan lulus sebagai doktor. Kemudian dilanjutkan dengan menjadi instruktur pada departemen filsafat di Universitas Washington. Setelah lima tahun kemudian, ia berpindah ke departemen psikologi di mana Ia menetap sampai kariernya berakhir.
Pada usia 33 tahun Dr. Guthrie pemenang nobel yang diberikan oleh Asosiasi Psikologi Amerika dalam kategori kontribusi mutakhir. Selama Perang dunia II, Ia pernah menjadi Dekan di Universitas Washington. Departemen Psikologi di sebuah Universitas yang kemudian bangunan tersebut dinamai Gutherie Hall. Guthrie membuat kontribusi yang patut diperhitungkan dalam dunia ilmu pengetahuan, khususnya filsafat, psikologi abnormal, psikologi sosial, pelajaran dan teori psikologi bidang pendidikan. . Salah satu kontribusinya yang paling dikenal adalah teori belajar-nya yang berdasar pada asosiasi.

TEORI BELAJAR EDWIN RAY GUTRIE
Secara eksplisit tentang esensi belajar menurut Guthrie yang dikutip oleh Sumdi Suryabrata bahwasanya Belajar adalah sifat yang tumbuh dari jiwa manusia itu sendiri. lebih jauh dikatakan bahwa, keinginan setiap manusia untuk belajar dengan cara yang berbeda-beda dari sesuatu yang pernah terjadi adalah untuk menjawabnya di kemudian hari, dan ini merupakan ciri makhluk hudup yang sehat yang dibekali pikiran.
Teori belajar yang dikembangkan Guthrie cenderung meniru teori yang telah bekembang sebelumnya yakni teori conditioning (thorndike, Skinner dan Phaplov), namun pendekatan yang dipakai adalah one law of learning dan one trial learning. Dalam perkembangan penelitiannya, Guthrie bekesimpulan bahwa belajar merupakan hasil dari sebauh kontinuitas antar struktur, stimuli dan respons belajar. Dari segi hasil dari stimuli dan respon (membentuk sebuah hubungan/asosiasi) yang menimbulkan pengaruh sangat kuat munculnyasebuah respons.
Dijelaskan bahwa jika seseorang mengerjakan sesuatu yang memiliki makna di masa lalu dengan adanya seperangkat stimuli, maka cenderung akan terulang kembali ketika terjadi kombinasi stimuli serupa.
Pada sisi lain, Guthrie menekankan bahwa model perilaku tidak dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan pengukuhan (reinforcement, dengan menghadirkan stimulus (conditioning) dengan lingkungan (environment metalistik) maka perlu dapat memunculkan pengalaman-pengalaman dalam belajar. Demikian juga perubahan tingkah laku pada masyarakat (behavior chango) yang sangat mungkin terjadi.
Pada akhirnya Dia memiliki kecenderungan bahwa reinforcement tidak lain adalah upaya merubah struktur stimuli sehingga mencegah seseorang tidak mau belajar. Namun pada satu sisi dia menolak anggapan bahwa teori disiplin formal tentang transfer ilmu dimana cenderung membiarkan kondisi pembelajaran apa adanya dengan berpedoman pada prinsip bahwa belajar sebagaimana apa yang dilakukan.

STIMULI PENGHASIL GERAKAN
Bagi Guthrie, suatu gerakan yang timbul baik berupa mendengar atau melihat dihasilkan dari stimuli yang muncul secara spontan. Dapat digambarkan dengan jelas, ketika telepon berdering, dan kita beranjak dan mendekati instrument tersebut. Namun sebelum kita manjangkau telepon, suaranya berhenti, dan ini akan langsung menjadi stimulus dari gerakan kita ke arah telepon. Dimana satu gerakan awal menghasilkan gerakan pertama, kemudian kedua, gerakan ketiga, gerakan keempat dan seterusnya. Sehingga gerakan kita membentuk rangkaian yang terus menerus yang otomatis menjadi kebiasaan. Gerakan yang timbul dan stimuli inilah yang memungkinkan sampai sejauh mana pencapaian dari asosiasi atau pengkondisian.
Versi yang sederhana dari situasi tersebut, digambarkan oleh Guthrie sebagai berikut :

Stimulasi Eksternal Respon Bawaan Stimuli Penghasil Gerakan
(dering telepon) (beranjak ke arah telepon)

Respon Bawaan Stimuli Penghasil Gerakan Respon Bawaan
(Berjalan ke arah Telpon) (Berdiri ke kursi)

Stimuli Penghasil Gerakan Respon Bawaan
(mengangkat telepon)

FORGETTING (LUPA)
Menurut Guthrie faktor lupa terjadi ketika adanya alternatif respon yang ada pada struktur stimuli. Setelah sebuah struktur stimuli dihasilkan oleh alternatif respon maka struktur tersebut akan cenderung membawa respon baru yang menghambat. Oleh sebab itu melibatkan new learning (pembelajaran yang baru).
Belajar yang dilakukan akan dipengaruhi oleh new learning, misalnya seseorang ketika diperintahkan untuk mempelajari bahasa, lalu mempelajari matematika, kemudian di tes kembali dengan bahasa, sementara orang lain hanya disuruh mempelajari matematika, setelah itu juga di tes lagi tentang bahasa, maka orang pertama yang dites tentang bahasa dan matematika akan mengingat lebih sedikit tentang bahasa jika dibandingkan dengan orang kedua yang hanya mempelajari sesuatu yang baru (tugas matematika) akan menghambat sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya (tugas bahasa).


METODE MERUBAH SUATU KEBIASAAN
Kebiasaan merupakan respon yang datang dari asosiasi dengan banyak stimulus yang berlebihan yang kemudian mendatangkan respon. Bahkan respon yang paling kuat misanya kebiasaan merokok, akan berubah menjadi kebiasaan yang kuat, karena respon dari merokok dapat menghadirkan banyak syarat berdasarkan gambaran diatas. Guthrie mengharapkan kebiasaan itu berubah menjadi kebiasaan yang baik.
Terdapat beberapa pendekatan untuk merubah kebiasaan tersebut, yakni :
1. Metode permulaan (Threshold Method); dimana stimulus dibiarkan dengan mengesankan atau kesan yang tidak membuat orang terkejut/takut, maka respon akan sepenuhnya baik Seperti dalam proses psikoterapi yakni jika seorang terapis mencoba membantu seorang pasien mengatasi suatu masalah phobia, maka dia akan menggunakan metode yang tidak memicu untuk terjadinya phobia. Jika pasien relatif merasa ketakutan terhadap orang hewan, misalnya pada buaya, pertama-tama terapi dapat memulai berbicara mengenai hewan pada umumnya, kemudian macam-macam hewan yang berkaitan hewan melata,dan seterusnya sehingga dengan cara ini secara berangsur-angsur membangun suatu keadaan dimana pasien tersebut mengenal hewan tersebut bahkan menyentuhnya tanpa menimbulkan ketakutan pada pasien.
2. Metode Kepayahan (Fatique Method); dimana stimuli yang sulit direspon diberika ketika seseorang dalam kondisi kepayahan. Misalnya ketika dalam suatu keadaan timbul kesulitan untuk mengenalkan buaya yang dalam gambaran umumnya sangat buas, maka kondisi yang mudah adalah ketika buaya-buaya tersebut dalam penangkaran (kandang).
3. Metode Respon Bertentangan (Incompatible Response Method); metode ini timbul jika reaksi terhadap stimulus menjadi suatu kebiasaan, maka cara untuk mengubahnya adalah dengan cara menghabiskan stimulus dengan respon yang berlawanan dengan reaksi buruk yang hendak dihilangkan. Seperti memperlakukan anak kecil yang takut pada Buaya, maka berilah anak itu boneka berbentuk buaya melalui ibunya dengan penuh kasih sayang, hal ini bertujuan agar anak tersebut merasa senang dan tidak takut lagi kepada buaya.

HUKUMAN (PUNISHMENT)
Hukuman akan berlaku efektif apabila diterapkan pada kondisi yang tepat misalnya pada saat tanda-tanda perilaku (respon) yang negatif (tidak diinginkan) muncul. Efektifitas hukuman hendaknya didasari oleh alasan bahwa hukuman tersebut diberlakukan agar individu mampu menemukan atau melakukan respon yang benar atas stimuli yang diberikan.
Terdapat empat prinsip yang perlu diperhatikan dalam hal dukungan (punishment) yakni :
1. Hukuman bukan berupa suatu yang menyakitkan akan tetetapi sesuatu yang mendorong organisme mau melakukan sesuatu.
2. Hukuman tersebut harus menyebabkan atau mengubah perilaku yang tidak sesuai dengan perilaku terhukum
3. Hukuman harus diterapkan dengan adanya stimuli yang diperoleh dari perilaku terhukum
4. jika kondisi pertama, kedua dan ketiga tidak dijumapi maka hukuman tidak akan berlaku efektif atau bahkan mungkin memperkuat respon yang tidak diinginkan.

Jadi, ketika hukuman menjadi efektif, hal ini mengakibatkan organisme melakukan hal-hal lain selain dari hal yang dihukum, meskipun stimuli yang diperoleh perilaku yang dihukum tetap ada. Tentu saja respon ini mengakibatkan asosiasi baru (hubungan baru) yang telah dibentuk, dan selanjutnya terlihat stimuli, mereka akan cenderung memperoleh respon yang dikehendaki sebagai pengganti respon yang tidak disenangi.

EKSPERIMEN GUTHRIE DAN HORTON
Pada tahun 1946 Guthrie melakukan suatu studi kolaboratif dengan George P. Horton dimana melibatkan perilaku kucing di dalam kotak Puzzle. eksperimen Guthrie-Horton ini menggambarkan teori pelajaran assosiatif. Mereka menggunakan suatu kotak kaca yang diberi papan agar mereka bias mengawasi pergerakan kucing itu. Kotak dibangun sedemikian rupa sehingga kucing bisa membuka pintu dengan menyentuh tombol. Dengan menentukan waktu kira-kira 15 beberapa menit agar kucing untuk menyentuh tombol itu. Waktu yang kedua, kucing mempunyai kecenderungan untuk mengulang perilaku pertamanya. Penelitian menunjukkan bahwa kucing selalu mengulangi urutan pergerakan yang sama jika dihubungkan dengan yang sebelum dilepas dari kotak itu. Ini menunjukkan suatu contoh dari pengulangan perilaku. Eksperimen Guthrie-Horton menggambarkan kepada kita semua untuk mengasumsikan perbandingan hewan untuk belajar dari suatu asosiasi (hubungan) antar suatu stimulus dan tindakan sekedar tingkah laku dari pengalaman terdahulu. ( Wolman, 1973).

KONTRIBUSI TEORI GUTHRIE
Guthrie adalah sosok yang unik dalam pendiriannya bahwa pembelajaran diakibatkan dari hubungan antara stimuli dan respon dan dari hubungan itu sendiri. Bahkan pengamat pertama terhadap teori pembelajaran, menegaskan bahwa pendekatan gabungan sederhana dari Guthrie dapat menyumbangkan seluruh fenomena dasar yang ditempatkan dalam analisis Skinner atau Hull. Yang nampak terbesar keilmiahannya adalah bahwa Guthrie mampu menjelaskan pembelajaran, perbedaan, dan generalisasi dengan analisis sederhana sedangkan teori-teori lainnya melakukan pendekatan mengenai permasalahan ini dengan lebih kompleks.
Fokus dari teori yang dimunculkan oleh Guthrie ini lebih mengarah pada perubahan kebiasaan yang dapat diterapkan dalam dunia pendidikan. Khususnya pada pembiasaan anak didik di usia dini. Dimana dalam dunia pendidikan dapat dilakukan melalui teori metode drill tingkah laku yang dilakukan berulang-ulang kumudian membut kebiasaan yang berulang-ulang.
Meskipun teori Guthrie menimbulkan riset dan kontroversi sehingga diteliti kembali oleh Hull atau Skinner, teorinya memberikan suatu penjelasan alternatif mengenai pembelajaran. Disamping itu, teorinya dianggap sebagai suatu teori konstan bahwa suatu teori tidak perlu dijelaskan secara kompleks untuk memperlihatkan perilaku yang kompleks.
Seperti halnya Thorndike, Skinner, Hull, dan Pavlov, Guthrie bukanlah teoritikus penguatan. Thorndike membahas pemisahan asosiatif, yang dirasanya terjadinya tidak tergantung dari penguatan. Tapi, karena fokus utama Thorndike adalah pada jenis pembelajaran yang telah ditetapkan oleh dalil pengaruh, secara umum dianggap teoritikus penguatan.
Motivasi bagi Thorndike, Guthrie memulai proses pendidikan dengan menyatakan tujuan-tujuan tentang respon yang akan ditumbuhkan pada stimuli. Menurutnya lingkungan belajar hendaknya ditata sedemikian rupa, agar respon yang dikehendaki muncul degan adanya stimuli, sehingga tujuan bisa tercapai.
Hal ini nampaknya Berbeda dengan Thordike, motivasi bagi Guthrie tidak terlalu penting, karena yang terpenting baginya adalah anak didik dapat merespon secara tepat terhadap stimulus yang diberika. Latihan adalah hal yang penting agar stimulus terus menerus terjadi dan tingkah laku yang dikehendaki mucul . seluruh tingkah laku manusia dianggap sebagai deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit, dimana unit-unit ini merupakan respon dari stimulus sebelumnya, kemudian unit-unit tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian direspon oleh tingkah laku berikutnya.
Latihan yang terus menerus akan memperkuat asosiasi yang terdapat antara unit tingkah laku yang satu dengan unit tingkah laku berikutnya. Bagi Guthrie bahwa susunan anak didik yang belajar matematika di papan tulis bukan suatu jaminan bahwa mereka akan belajar hal yang sama di bangku mereka.
Pendidikan dikelas merupakan suatu usaha menggabungkan stimulus dan respon. Bagaimana pembelajaran dapat mempengaruhi faktor luar kelas, jika respon yang muncul dari stimulus yang sama dengan apa yang dialami siswa di sekolah dan membiarkan respon lain terhadap stimuli yang sama di luar kelas. Guthrie meyakini bahwa pendidikan formal seharusnya menyerupai kehidupan nyata dimana guru di sekolah harus mampu mengaplikasikan hal-hal yang praktis sebagaimana yang diterapkan di luar sekolah.

Dari beberapa teoritikus yang kami cakup sejauh ini, teori Guthrie hampir sama dengan teori Watson, meskipun keduanya bukanlah teoritikus penguatan. Watson percaya bahwa seluruh pembelajaran dapat dijelaskan dengan menggunakan dalil hubungan dan frekuensi. Perbedaan utama antara teori Watson dan Guthrie adalah Watson menerima dalil frekuensi sedangkan Guthrie tidak.























KRITIK
Ada beberapa kelemahan pada teori Guthrie yang menjadi sorotan sekaligus sebagai kritikan dalam menjelaskan berbagai prinsip dalam belajar (escape learning dan forgetting). Guthrie melakukan pendekatan dengan prinsip yang sama sehingga psikolog lainnya sulit menemukan posisi Guthrie dalam jajaran ahli psikolog.
Muller dan Schoenfeld (1954) juga mengungkapkan bahwa Guthrie kurang menggunakan metodologi eksperimen dalam banyak hal dengan menggunakan alasan/dalil yang ambigu, yakni banyak mengandalkan hasil dari teori belajar tersebut, sehingga teori yang dihasilkan tersebut sulit di aplikasikan dalam fakta pendidikan langsung.
Selain itu juga disampaikan oleh Moore dan Stuard (1979) bahwa percobaan yang dilakukan Guthrie masih diragukan karena menggunkana hewan yakni kucing piaraan dan kucing hias dan lebih menunjukan fakta insting (instinctive) dari hewan tersebut. Jadi Guthrie masih memiliki beberapa kelemahan yang cukup mendasar dalam berbagai penelitiannya. Sedangkan hasil penelitiannya dengan Horton tentang kucing perlu dikembangkan untuk dikaji kembali, dengan menerapkan teori tersebut pada hewan-hewan selain kucing.

KESIMPULAN
Menurut Guthrie, Pengalaman seseorang yang terjadi di masa lalu cenderung membuatnya akan mengulangnya, dan ketika ini terjadi situasi akan menjadi riil dan muncul sebagai tindak lanjut dari apa yang pernah dilakukan. Perilaku dan pengalaman tersebut, kemudian berpeluang untuk terjadi lagi sehingga muncullah reinforcement.
Kebiasaan merupakan respon yang datang dari asosiasi dengan banyak stimulus yang berlebihan, misalnya seseorang ketika merokok mengalami perubahan yang menjadi kebiasaan yang sangat kuat, dikarenakan respon dari pada rokok dapat menghadirkan banyak pengalaman yang tersimpan (kebiasaan), maka bagaimana kebiasaan merokok itu bisa berubah menjadi kebiasaan yang baik, bukan sebaliknya yakni menjadi kebiasaan yang buruk.
Hukuman dalam teori Guthrie menjadi sangat perlu ketika adanya efektifitas diterapkan pada kondisi yang tepat, yakni harus didasari alasan bahwa hukuman dilakukan sebagai upaya agar individu mampu menemukan/melakukan sebagaimana yang diinginkan, sehingga muncul respon yang benar atas stimuli yang diberikan.
Menurut Guthrie, lupa juga bisa terjadi ketika adanya alternative respon yang ada pada struktur stimuli. Setelah struktur stimuli dihasilkan oleh respon yang lain, maka struktur tersebut akan cenderung membawa respon baru yang menghambat.






















DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsudi Makmur, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Remaja Rosdakarya, 1996.
Dallenbach, Bitterman& Newman, 1959
Hergenhahn, B. R. & Olson, Matthew H., An Introduction to Theorist to Theories of Learning, USA : Prentice-Hall International, 1997
Mueller dan Schoenfeld, 1954
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998
Sumadi Suryabarata, Psikologi Pendidikan, Jakarta Rajawali 1987
---------------, Psikologi Pendidikan, cet 12, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004